Keegoisan, kesombongan, dan menyepelekan adalah bumbu perjalanan selama mendaki. Dan selama perjalanan itu pula kita belajar menjadi diri yang lebih baik. Dan inilah arti sebuah pendakian itu.
Menghargai Waktu dan Tenaga
Setiap langkah naik ke atas dan setiap menit yang dihabiskan merupakan perjuangan bagi pendaki gunung. “Ayo, lima langkah lagi.” Waktu adalah kapan kita untuk istirahat dan kapan kita harus segera melanjutkan perjalanan. Tenaga adalah bagaimana cara kita mendaki dan bagaimana kita harus mengolahnya. Kita bisa belajar menghargai waktu dan tenaga dalam perjalanan hidup, memperjuangkan hubungan personal, pendidikan, dan bahkan karir.
Menentukan Target
“Harus sampai pos 4 nanti sore, baru kita camp di sana. ” Pendaki pun juga perlu menentukan target, apakah itu cukup sampai pos 4 atau tetap lanjutkan perjalanan. Harus sampai puncak atau tidak. Semua pendaki punya target, dan kita harus bisa menentukan akhir pendakian kita. Bahkan dalam hidup, kita juga dituntut untuk menentukan target, apa tujuan hidup kita? belajar, nilai yang bagus, masuk universitas favorit, karir yang cerah dan sebagainya.
Pantang Menyerah
Hal penting bagi pendaki adalah pantang menyerah, dia punya kalkulasi waktu, tenaga dan target. Sempoyongan dengan track yang menanjak, udara dingin, makan dan tidur di tenda bintang 100 ( bukan hotel bintang 7 ) tidak membuat langkah kita kembali pulang. Apapun yang kita hadapi dalam hidup, pasti ada namanya rintangan, bukan untuk dihindari, tapi untuk dilewati.
Tahu Batas Diri
Bagi semua pendaki, tahu batas diri sendiri adalah faktor utama bagi keselamatan. Sadar akan kemampuan yang terbatas, tidak perlu memaksa. Tekad itu boleh, tapi tanpa perhitungan, juga sama dengan bunuh diri. Apakah perjalanan itu cukup 2 hari, 3 hari, sendiri atau bersama teman. Kita tahu batas diri masing - masing. Tentukan dan cari tahu cara meraihnya.
Makna Sebuah Rumah
Pernahkah Anda merindukan rumah tempat tidur Anda? Hangatnya, empuknya, nyamannya? Ditengah gelap malam, dingin udara gunung, dan suhu 0 derajat celcius, rumah adalah tempat satu - satunya yang kita inginkan. Kita belajar mensyukuri dan menyayangi mereka yang ada di dalamnya. Walaupun sederhana, namun sebenarnya sangat berarti.
Rendah Hati
Tidak semua pendaki adalah pemuda yang secara fisik gagah berani. Kita kadang berpapasan dengan mereka yang sudah tua dengan semangat mereka untuk menggapai puncak. Bahkan mendaki bersama - sama, kita perlu memahami keterbatasan orang lain. Tetap dalam kerendahan hati, karena yang kita capai bukan untuk disombongkan, tapi untuk dimaknai.
Pegang Teguh Idealisme
Sifat egois dan mementingkan diri sendiri bukan jiwa seorang pendaki. Mereka tidak suka masuk dalam lingkungan kotor semacam itu. Empati dan simpati adalah tonggak penting dalam setiap pendakian. Hidup dan mati jaraknya hanya selangkah, tersesat atau tetap pada jalur.
Kesederhanaan Hidup
Kita bisa belajar bagaimana hidup sederhana, lepas dari kesenangan dan kenikmatan materi sebagai tujuan utama dalam hidup. Dalam sebuah pendakian, makanan yang tidak enak sekalipun, bisa menjadi sangat lezat, apalagi bila disantap bersama - sama.
Romantisme
Beberapa orang mendadak romantik kala naik gunung, apa lagi bila bersama pasangan, menanjak bersama, lelah bersama, menikmati alam pun bisa berdua. Bila menghadiahkan bunga dan coklat sudah biasa, pendaki menuliskan namamu di pasir Mahameru, puncak tertinggi Jawa.
Mengenal Banyak Orang
Film 5 CM membuat masyarakat Indonesia mulai melirik gunungnya. Tak heran Mahameru kini banyak pendakinya. Sudah jadi kebiasaan bagi pendaki untuk saling sapa, terutama bila berpapasan satu sama lain. Menyalakan api unggun adalah cara mudah mengajak pendaki lain untuk gabung bersama, menikmati hangatnya kopi susu. Saling bercerita, kita akan banyak belajar mengenal karakteristik orang.
Suka Dengan Tantangan
Berbeda dengan cara liburan lainnya, dengan mendaki Anda butuh perjuangan ekstra. Langkah demi langkah, berat menahan beban, hanya untuk satu tujuan, puncak di atas awan. Di sana, kita bisa melihat seluruh perjalanan awal kita, semua terlihat jelas bagaimana kita berjuang melaluinya. Muhammad Baitul Alim
ARTIKEL TERKAIT: