Kondisi seperti ini tidak hanya terjadi di Indonesia akan tetapi terjadi di hampir semua Negara Asia yang mengandalkan kehidupannya pada bidang pertanian. Masuknya era mekanisme pertanian dalam kurun waktu yang tidak terlalu lama telah mengubah perilaku petani dan secara signifikan menurunkan populasi kerbau dunia. Kearifan lokal yang diwariskan oleh nenek moyang kita jauh lebih unggul dan lebih ramah lingkungan jika dibandingkan dengan teknologi modern.
Kotoran kerbau dapat sekaligus menjadi pupuk dan penggunaan kerbau jauh dari perilaku konsumtif. Jika petani memelihara kerbaunya dengan baik, kerbau akan dapat dikawinkan dan beranak, sedangkan penggunaan traktor jika sudah sampai akhir masa pakainya akan berubah menjadi onggokan besi tua, disamping itu penggunaan bahan bakar akan mencemari lingkungan. Pergeseran budaya bertani ini telah mendorong FAO untuk mendirikan buffalo village di Thailand untuk mengembalikan kejayaan bertani yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Contoh di atas merupakan contoh kearifan lokal yang tergerus arus kemajuan jaman yang menghendaki serba cepat dan serba instan. Namun demikian, masih banyak lagi kearifan lokal yang masih dapat bertahan dan melekat di kehidupan masyarakat. Sistem pertanian subak di Bali, sistem pelestarian hutan oleh suku - suku pedalaman, sistem pengaturan mencari ikan di pedalaman Papua, sistem penetasan telur ayam dengan menggunakan gabah dan gerabah di Nusa Tenggara, sistem pengelolaan tanah ulayat yang berkelanjutan dan lain - lain terbukti dapat diterapkan sejalan dengan kehidupan modern.
Manusia modern seharusnya menyadari bahwa kearifan lokal itu bukanlah merupakan suatu yang ditemukan dan dikembangkan oleh para nenek moyang kita secara instan. Kearifan lokal ini dikembangkan dalam waktu lama dan selaras dengan pelestarian lingkungan.
Budaya instan dan serba cepat ini telah meracuni generasi muda sejak mereka dalam buaian ibunya. Lihat saja berbagai merek susu formula, berbagai bentuk peralatan dan permainan yang menggiring anak-anak kita hanya sebagai pengguna saja. Anak - anak modern dengan girangnya bermain perang - perangan dengan berbagai senjata mainan plastik, robot - robot bermesin dengan bunyi dan kilatan lampu yang sangat menarik.
Mereka sudah berubah menjadi generasi pengguna yang konsumtif. Pernahkah kita berpikir dan membandingkan kehidupan kita semasa anak - anak dengan anak - anak kita saat ini. Ada sesuatu yang esensial yang hilang, yaitu daya kreasi mencipta dan sistem daur ulang.
Dalam alam pikiran anak - anak kita tidak pernah terbersit bagaimana caranya membuat senapan dari pelepah pisang yang mengeluarkan bunyi - bunyian, mereka tidak pernah berpikir bagaimana membuat mobil - mobilan dari kulit jeruk Bali, mereka tidak pernah berpikir bagaimana cara membuat pesawat dari ilalang atau membuat layang - layang yang gesit di udara dan lain - lainnya.
Sebagaimana hukum alam, dunia berputar, jaman dan budaya pun juga mengalami siklusnya. Dunia Barat yang kita kagumi secara membabi buta sekarang mengalami siklus back to nature dengan lebih mempertimbangkan pelestarian lingkungan dan proses pendidikan alamiah seperti yang pernah diajarkan oleh para leluhur kita. Sebaliknya kita sedang menuju kehidupan modern yang telah mulai ditinggalkan oleh dunia barat.
Sungguh suatu ironi jika di jaman yang serba instan ini kearifan lokal yang telah diwariskan oleh nenek moyang kita ditiru oleh dunia barat, sedangkan kita secara perlahan tapi pasti meninggalkan kearifan lokal ini yang merupakan warisan budaya yang tidak ternilai harganya. Ciri khas orang Indonesia dan santun, memegang teguh norma, penuh senyum dan ramah sudah mulai luntur tergerus derasnya arus globalisasi yang miskin makna.
ARTIKEL TERKAIT:
Inspirasi
- Ternyata Air Lebih Mahal Dari Emas
- Rindu Gunung Yang Dulu...
- Pendaki Era 90 an, Penuh Perjuangan
- Jangan Salah Pilih Teman Pendakian Gunungmu!
- Norman Edwin Quotes
- Tips Seru Petualangan Dengan Anak
- Inilah Sensasi Saat Mendaki Gunung
- Ingin Sahabat Sejati? Carilah Di Hutan Belantara
- Berilah 'Kelas Alam' Bagi Si Kecil
- 10 Lagu Wajib Nasional Indonesia Yang Menggetarkan Hati
- Romantisnya Mendaki Gunung Dengan Pasangan
- Mengharukan: Demi Anak, Seorang Ayah Jual Pena
- 70 Kali Dalam Sehari Maut Dekat Dengan Manusia
- Menikmati Pemandangan Alam Adalah Hak Kita, Tapi....
- Mendaki Gunung Tidak Akan Merubah Apapun!
- Inilah Masjid Portable Yang Pertama Di Indonesia
- Tips Berwudhu Di Alam Bebas
- Tips Packing Yang Tepat Untuk Mendaki Gunung
- Modal Utama Pendakian Gunung: Niat Belajar Dari Alam
- Menjadi Pendaki Yang Cerdas
- Gunung, Racun Yang Menyembuhkan!
- Sang Pemberani Yang Masuk Dalam Kawah Merapi
- Jatuh Cinta Paling Indah Itu Di Puncak Gunung
- Izinkanlah Aku Mendaki Gunung, Sekali Ini
- Dari Gunung Untuk Para Pendakinya