Tidak bisa kita kesampingkan, dua tokoh tersebut adalah tokoh - tokoh dunia pendakian pada masa lampau, pada saat metode dan teknologi pendakian belum secanggih masa kini.
Dan tentang siapa yang pertama bisa mencapai puncak Everest masih menjadi tanda tanya bagi sebagian orang.
Mallory Dan Irvine |
Pengetahuan mereka tentang dampak mematikan dari ketinggian yang ekstrem pun masih sangat kurang, begitu pula peralatan mereka yang sangat tidak memadai menurut standar peralatan modern.
Namun pada 1924, seorang anggota tim ekspedisi ketiga dari Inggris, Edward Felix Norton, berhasil mencapai ketinggian 28.126 kaki – hanya 900 kaki dari puncak – sebelum akhirnya menyerah karena kelelahan dan dibutakan oleh salju.
Prestasi itu benar - benar menakjubkan, dan mungkin tak tertandingi hingga dua puluh sembilah tahun kemudian.
Pada 8 Juni 1924, sesaat setelah fajar menyingsing, dua anggota tim ekspedisi dari Inggris, George Leigh Mallory dan Andrew Irvine, meninggalkan perkemahan terakhir menuju puncak.
Malllory, yang namanya selalu dikaitkan dengan Everest, adalah tokoh utama di balik tiga tim pertama yang berupaya mendaki Everest.
Dalam sebuah perjalanan keliling untuk mengajar di Amerika Serikat, Mallory dengan gagah menjawab, “Karena gunung itu ada di sana,” saat seorang wartawan mendesaknya dengan pertanyaan, mengapa dia ingin mendaki Everest.
Pada 1924, Mallory berusia 38 tahun, seorang kepala sekolah, menikah, dan memiliki tiga anak yang masih kecil.
Anggota masyarakat Inggris kelas atas ini selain cinta keindahan juga sangat idealis dan peka terhadap hal - hal yang romantis.
Tubuh atletisnya yang anggun, kepandaiannya dalam bergaul dan fisiknya yang benar - benar bagus membuat Mallory dikagumi oleh penulis biografi Lytton Strachey serta kaum intelektual Bloomsburry.
Ketika Mallory dan Irvine bergerak perlahan ke arah Puncak Everest pada 8 Juni 1924, kabut menyelimuti bagian atas piramid, membuat rekan - rekan mereka yang berada di bawah tidak bisa memantau kemajuan pendakian kedua orang itu.
Pukul 12.50 siang, untuk sesaat awan - awan yang menyelimuti puncak gunung tersibak oleh angin, dan salah satu anggota tim, Noel Odell, melihat sekilas tetapi jelas, sosok Mallory dan Irvine yang bergerak jauh di lereng sekitar puncak, kurang lebih lima jam terlambat dari jadwal, tetapi ‘bergerak dengan lambat dan pasti’ menuju puncak.
Bagaimanapun, malam itu kedua pendaki tersebut tidak kembali ke tenda mereka, dan baik Mallory maupun Irvine tidak pernah terlihat lagi.
Apakah salah seorang atau keduanya pernah mencapai puncak sebelum kemudian ditelan oleh gunung dan menjadi bagian dari legenda, masih diperdebatkan orang sampai sekarang.
Fakta - fakta yang ada menunjukkan bahwa mereka belum mencapai puncak. Tanpa bukti nyata, bagaimanapun, mereka tidak bisa dianggap sebagai orang pertama yang menggapai Everest.
Pada 1949, setelah tertutup berabad - abad, Nepal membuka perbatasannya bagi dunia liar, dan setahun kemudian, rezim baru komunis yang menguasai Cina menutup perbatasan Tibet bagi orang - orang asing.
Akibatnya, para pendaki Everest mengalihkan perhatian mereka ke sisi selatan puncak Himalaya itu. Pada musim semi 1953, sebuah ekspedisi besar dari Inggris, dengan dukungan moral dan sumber daya yang sangat lengkap, menjadi tim ekspedisi ketiga yang berusaha mendaki Everest dari wilayah Nepal.
Pada 28 Mei, setelah perjuangan berat selama dua setengah bulan, sebuah lahan perkemahan berhasil dibangun dengan menggali lereng Tenggara pada ketinggian 27.900 kaki.
Keesokan harinya, pagi - pagi sekali, Edmund Hillary, seorang warga Selandia Baru bertubuh tinggi kurus, dan Tenzing Norgay, seorang pakar pendaki dari suku Sherpa, bergerak menuju puncak dan bernapas dengan batuan oksigen botol.
Pada pukul 09.00 pagi, keduanya sudah tiba di Puncak selatan, memandang ke atas, ke jalur sempit dan terjal yang akan membawa mereka ke puncak.
Sejam kemudian, mereka tiba di kaki sebuah tempat yang oleh Hillary digambarkan sebagai “rute pendakian yang tampaknya paling sulit – sebuah lereng batu yang curam setinggi empat puluh kaki… Batuan itu sendiri, yang tampak halus dan hampir - hampir tanpa tonjolan untuk berpegang, oleh sekelompok pakar pendaki di lake District mungkin dianggap sebagai objek menarik yang layak ditaklukkan dalam pendakian Minggu sore, tetapi di tempat ini, dia merupakan hambatan yang sulit diatas oleh tubuh kamu yang sudah sangat lemah.”
Dengan cemas, Tenzing terus mengulur tali dari bawah, sementara Hillary menempatkan tubuhnya di sebuah celah sempit yang terbentuk oleh sebuah dinding batu dan salju tegak lurus berbentuk sirip, dan dengan perlahan bergerak ke atas melewati sebuah jalur pendakian yang kemudian dikenal dengan nama Hillary Step.
Mendaki di tempat ini benar - benar berat dan sulit, tetapi Hillary terus bertahan sampai kemudian, seperti yang ditulisnya:
Akhirnya aku tiba di puncak, menarik tubuhku keluar dari celah dan naik ke atas sebuah selasar yang cukup lebar.
Sesaat aku berhentu untuk mengembalikan napas, dan untuk pertama kalinya, aku merasakan munculnya tekad yang sangat kuat bahwa tidak ada yang bisa menghentikan kamu untuk mencapai puncak.
Aku berdiri tegak di atas selazar itu dan memberi isyarat kepada Tenzing untuk naik. Ketika aku berjuang menarik tali itu, Tenzing berjuang untuk melewati celah tersebut sampai akhirnya dia jatuh tersungkur di hadapanku, seperti seekor ikan raksasa yang baru diangkat dari laut setelah perjuangan yang berat.
Sir Edmund Hillary Dan Tenzing Norgay |
Hillary bertanya - tanya, Masihkan kami punya kekuatan untuk mencapai puncak. Aku membuat satu torehan lagi di balik sebuah batu yang menonjol dan mengamati bahwa punggung gunung di atasku mulai melandai sehingga kami bisa melihat jauh ke arah Negara Tibet.
Aku mendongak, dan di atasku, tampak puncak bulat yang selimuti salju. Beberapa torehan kapak es, beberapa langkah yang hati - hati, maka Tenzing ( secara mengejutkan ) dan aku akan tiba di puncak.
Itulah yang terjadi beberapa saat menjelang sore pada 29 Mei 1953; Hillary dan Tenzing menjadi orang pertama yang berdiri di puncak Gunung Everest.
Tiga hari kemudian, berita tentang keberhasilan mereka sampai di telinga Ratu Elizabeth, tepat satu hari sebelum penobatan dirinya, dan koran Times di London menyiarkan berita tersebut pada 2 Juni dalam edisi awal.
Berita tersebut dikirim secara rahasia dari Everest melalui pesan radio, agar pesaing Times tidak menyabot berita pertama mereka oleh seorang wartawan muda bernama James Morris.
Sulit dibayangkan sekarang ini, bagaimana dua peristiwa yang terjadi hampir secara serempak tersebut ( penobatan sang Ratu dan pencapaian Everest ) disambut dengan kegembiraan yang magis di Negara Inggris.
Setelah lepas dari masa - masa suram yang menyelimuti mereka sejak Perang dunia II, surutnya kebesaran Kerajaan Inggris dan berkurangnya pengaruh mereka di muka Bumi, orang - orang Inggris hampir percaya bahwa dinobatkannya sang Ratu yang muda belia merupakan isyarat bagi dimulainya era baru – era Elizabeth.
Hari penobatan, pada 2 Juni 1953, adalah hari yang melambangkan harapan dan kegembiraan.
Pada hari itu semua patriot pendukung Inggris tiba pada satu momentum yang paling istimewa, keajaiban di atas semua yang ajaib, karena pada hari itu sebuah kabar datang dari tempat yang jauh – dari garis depan Kerajaan Inggris lama – bahwa sebuah tim pendaki bangsa Inggris… berhasil mencapai objek penjelajahan dan petualangan tertinggi di muka Bumi, puncak dunia…
Peristiwa tersebut memicu munculnya berbagai emosi di dalam hati rakyat Inggris – kebanggaan, patriotisme, nostalgia tentang kekalahan mereka dalam perang masa lalu, dan tentang tindakan - tindakan mereka yang gagah berani pada jaman lampau, serta harapan akan masa depan yang lebih baik…
Sampai saat ini, orang - orang usia tertentu masih mengingat dengan jelas, ketika mereka – sambil berdiri di bawah siraman hujan rintik - rintik untuk menunggu iring - iringan prosesi penobatan melewati Kota London – mendengar kabar mengejutkan bahwa puncak dunia, boleh dikatakan, sudah menjadi milik mereka.
Tenzing menjadi pahlawan nasional di seluruh dunia, Nepal dan Tibet, masing - masing negara tersebut mengakui Tenzing sebagai warganya.
Setelah mendapat gelar bangsawan dari Ratu Elizabeth, Sir Edmund Hillary menyaksikan wajahnya muncul dalam perangko, komik, buku - buku, novel, dan sampul majalah – dalam waktu semalam, pria berwajah tirus, peternak lebah dari Kota Auckland ini berubah menjadi pria paling terkenal di muka bumi.
Pada 22 Mei 1963, Tom Hornbein, 32 tahun, seorang dokter dari Missouri, dan Willi Unsoeld, 36 tahun, seorang professor teologi dari Oregon, tiba di Puncak Everest melalui Lereng Barat yang sulit dan belum pernah didaki.
Sampai saat itu, Puncak Everest sudah empat kali di gapai oleh sebelas pendaki, tetapi Lereng Barat dianggap sebagai rute lain yang kerap dilalui: Jalur Selatan dan lereng Tenggara atau Jalur Utara dan Lereng Timur Laut.
Pendakian yang dilakukan Hornbein dan Unsoeld – merupakan, dan masih dianggap, sebagai prestasi terbesar dalam dunia pendakian gunung.
Menjelang sore, dalam perjalanan menuju puncak, kedua warga Amerika tersebut dihadapkan pada sebuah jalur batuan yang terjal dan rapuh – Jalur Kuning ( The Yellow Band ) yang berbahaya.
Mendaki lintasan ini membutuhkan kekuatan dan keahlian tinggi; tidak ada jalur pendakian yang secara teknik lebih menantang dan lebih tinggi letaknya daripada jalur ini.
Setibanya di puncak Jalur Kuning, Hornbein dan Unsoeld meragukan kemampuan mereka untuk bisa turun melalui jalur yang sama.
Satu - satunya harapan agar mereka bisa turun dari gunung dalam keadaan hidup, demikian keputusan mereka, adalah bergerak terus sampai puncak dan kemudan turun melalui Lereng Tenggara, rute yang kerap dilalui.
Rencana yang sangat berani, mengingat hari sudah menjelang sore, medan yang belum mereka kenal, dan persediaan oksigen yang menipis dengan cepat.
Hornbein dan Unsoeld tiba di Puncak Everest pada pukul 18.15, tepat pada saat Matahari terbenam, dan dipaksa menghabiskan malam di bawah udara terbuka pada ketinggian lebih dari 28.000 kaki – perkemahan tertinggi sampai saat itu.
Udara malam sangat dingin, untungnya tidak berangin. Meskipun jari - jari kaki Unsoeld membeku dan kemudian harus dipotong, keduanya selamat untuk menceritakan pengalaman mereka.
ARTIKEL TERKAIT: