Hal ini ini perlu dijadikan perhatian, apakah para pendaki gunung itu benar - benar telah siap mendaki gunung dan mengikuti prosedur? Berikut ini keterangan dari ibu Ayu Utari Dewi, Kepala Balai Besar TNBTS yang otoritasnya membawahi Gunung Semeru.
“Dalam pengalaman dan catatan kami, mayoritas kecelakaan yang dialami pengunjung, terutama pendaki, karena mereka mengabaikan peringatan kami. Rambu - rambu sudah kami pasang tapi tetap saja dilanggar,”
“Pengunjung harus terus diedukasi agar paham aturan, rute, dan karakter rute pendakian. Untuk sementara, pendakian kami batasi sampai Pos Kalimati saja karena kondisi Gunung Semeru masih labil. Kawah Semeru itu rutin meletup - letup dan berbahaya. Kalau kembali normal, baru boleh naik sampai ke puncak,”
Dari beberapa keterangan dari Ibu Utari Dewi itu sudah jelas benar mengenai pembatasan pendakian di Semeru. Hanya dibolehkan sampai di Kalimati. Jelas dan Tegas.
Jadi salah siapa jika ada pendaki yang nekat sampai ke puncak, abai terhadap aturan? siapa yang hendak bertanggung jawab? tapi tampaknya itulah karakter orang Indonesia, abai terhadap aturan, aturan dianggap remeh. Mulai aturan kecil seperti melanggar lampu lalu lintas, sampai aturan besar misalnya korupsi. Ada saja aturan yang dilanggar, diabaikan.
Memang kita harus bersyukur, pendaki yang hilang beberapa waktu yang lalu di Semeru sudah ketemu dengan sehat wal afiat. Tetapi kita harus melihat 2 sisi, jika aturan dilanggar, kasarnya tidak usah di - SAR pun tidak apa - apa. Dan pihak TNBTS pun bisa saja tidak bertanggung jawab, karena sudah jelas dilarang, berarti sudah diluar tanggung jawab pihak TNBTS. Tapi apakah begitu? Tidak, tim SAR pun pasti menurunkan orang - orang terbaiknya untuk mencari dan menemukan pendaki yang hilang.
Gunung Semeru memang akhir - akhir ini seakan menjadi primadona semenjak kemunculan film 5cm. Mendadak bermunculan para pendaki - pendaki karbitan yang ingin merasakan berada di puncak Semeru seperti pemeran film idolanya.
Dan permintaan ini disambut oleh jasa paket wisata yang memasukkan tujuan Gunung Semeru ke dalam tujuan paket wisatanya. Seperti hukum ekonomi, ada permintaan pasti akan ada penawaran. Mereka membantu mempermudah orang - orang yang sama sekali belum pernah mendaki gunung tetapi ingin mendaki Gunung tertinggi di Jawa dengan cara instan.
Gunung
Semeru adalah salah satu gunung berapi yang masih aktif di pulau Jawa.
Tiap beberapa waktu gunung ini masih rutin mengeluarkan debu vulkanik
dan material ke atas. Pihak Taman Nasional Bromo Tengger Semeru ( TNBTS )
sendiri pun sudah mengeluarkan peraturan bahwa pendakian resmi ke Semeru
hanya diizinkan sampai ke Kalimati saja.
Dan untuk menguatkan
pernyataan itu para pendaki yang ingin mendaki Semeru diwajibkan
menandatangani surat yang menyatakan bahwa apabila pendakian melebihi
yang telah diizinkan, maka pihak Taman Nasional tidak bertanggung jawab
terhadap kecelakaan yang terjadi di puncak.
Walaupun
ada peraturan tersebut, toh tidak menghalangi keinginan para pendaki
untuk tetap menuju puncak Semeru. Total sudah banyak korban yang hilang
dan meninggal di puncak Semeru. Semenjak kasus Soe Hok Gie dan Idhan Dhanvantari Lubis yang meninggal di puncak Semeru pada tahun 1969 hingga terakhir
kasus menghilangnya seorang pendaki dalam perjalanan turun dari puncak
tahun 2012.
Banyaknya korban yang meninggal tidak menyurutkan semangat
para pendaki untuk tetap menuju puncaknya. Pihak TNBTS sendiri pun tidak
mempunyai ketegasan dalam menegakkan peraturan. Para korban yang telah
meninggal tidak dijadikan pembelajaran, mungkin memang sudah takdirnya
seperti itu.
Kasus
orang hilang dan meninggal di Gunung Semeru ini pun kemungkinan akan
terus bertambah mengingat banyaknya pendaki karbitan yang ingin ke sana.
Bisa dibayangkan bagaimana jadinya seorang yang sama sekali belum
pernah naik gunung tapi memaksa menjajal sebuah gunung tertinggi di
Pulau Jawa? Sekalipun ia didampingi oleh seorang yang terlatih di
gunung. Seberapa mampunya dia menjaga orang - orang yang belum pernah naik
gunung tersebut dalam hitungan angka?
Kasus
orang hilang atau meninggal di gunung Semeru pun mau tidak mau memaksa
beberapa pihak termasuk pihak Taman Nasional untuk ikut serta membantu
evakuasi dan SAR. Sebenarnya pihak Taman Nasional memang tidak perlu
bertanggung jawab terhadap apa yang terjadi pada pendaki illegal yang ke
puncak Semeru.
Atas dasar rasa kemanusian-nya lah yang mendorong pihak
Taman Nasional dan berbagai pihak untuk menolong para korban. Sebaliknya
pihak Taman Nasional bisa saja menjatuhkan sanksi kepada korban karena
melanggar peraturan yang sudah ditetapkan. Tapi ternyata toh tidak
pernah diterapkan.
Jadi
sebelum timbul lebih banyak lagi korban, ada baiknya pihak Taman
Nasional kembali mengkaji peraturan yang telah dibuat dan untuk para
penjual trip wisata ke puncak Semeru, puncak Semeru bukanlah tempat
tujuan wisata yang aman.
Jangan hanya mengejar keuntungan materi semata,
tapi mengabaikan faktor keselamatan dari si pembeli. Lebih bijaklah
lagi dalam membuat destinasi tempat wisata. Semoga tidak ada lagi korban
di puncak Semeru. src1
ARTIKEL TERKAIT: