Perubahan morfologi kawasan puncak Merapi setelah letusan tersebut merubah dan hampir menghancurkan seluruh struktur kubah di puncak.
Kini, terbentang kawah raksasa, jika belum bisa disebut kaldera, berdiameter antara 400 - 500 meter dengan kedalaman antara 100 - 150 meter.
Sungguh dahsyat menyaksikan dengan mata kepala sendiri akibat letusan eksplosif gunung paling aktif dan berbahaya di Indonesia ini.
Tak kurang 140 juta meter kubik material vulkanik disemburkan dari perut gunung, yang riwayatnya tak pernah bisa dipisahkan dengan sejarah dan kebudayaan Jawa. Letusan Merapi 2010 masuk skala 4 dari 8 Volcano Eruption Index ( VEI ).
Letusan 2010 juga mengakhiri pola tradisional letusan efusif Merapi, sesuatu yang kerap dihubungkan dengan ilmu titen masyarakat di lereng gunung ini.
Ilmu titen yang bertahun - tahun jadi ukuran, bakal mengamuk tidaknya Merapi.
Selama hampir satu abad, pola erupsi Merapi memang selalu ditandai fluktuasi kegempaan, pembentukan kubah lava, munculnya titik api diam, luncuran lava pijar, aliran piroklastik ( awan panas ) yang warga lereng Merapi menyebutnya "wedhus gembel".
Tetapi saat ini untuk pendakian masih terbuka bagi para pendaki. Dan selama ini pendakian Merapi lewat jalur Selo masih menjadi favorit.
I. Jalur Selo ( 1600 Mdpl )
Jalur ini mulai pada ketinggian ±1600 m merupakan lintasan terpendek menuju puncak, membutuhkan waktu rata - rata 4 jam.
Pendakian dimulai dari Joglo II di atas Desa Plalangan, Kec. Selo, Kab. Boyolali. Ditempat ini disediakan tempat parkir yang cukup luas.
A. Terminal 1, Selokopo Ngisor ( 2000 Mdpl )
Awal pendakian akan melewati jalan setapak yang kanan kirinya merupakan tanah pertanian penduduk. Kurang Iebih 30 menit, kita akan masuk kawasan hutan.
Ada 2 percabangan menuju Selokopo Ngisor. Bila kita ambil arah kanan, akan melalui punggungan yang banyak tanjakan. Bila kita ambil arah kiri, kita akan melewati sisi tebing.
Jalur ini awalnya agak datar, membelok, kemudian menemui percabangan lagi. Bila ambil jalur kanan, kemudian menanjak, berarti kita berada pada jalur menuju terminal I. Jalannya tidak curam.
Menjelang sampai di terminal I, ada tanjakan yang tajam, sekitar 15 menit kita akan sampai di Selokopo Ngisor, pada elevasi 1800 M dpl.
Apabila mengambil percabangan kedua yaitu ke kiri, kita akan melalui jalur Pogog. Jalur ini akan memotong lembah, kemudian naik melalui punggungan di sebelah timur Selokopo. Jalur ini akhirnya akan menyatu lagi pada jalur ke puncak di atas Selokopo Nduwur.
B. Terminal II, Selokopo Nduwur ( 2400 Mdpl )
Jalan menuju Selokopo Nduwur cukup tajam, melalui lereng yang banyak batuan lepas. Vegetasi sudah mulai berkurang.
Dari terminal I diperlukan waktu sekitar 1 jam. Disini akan dijumpai titik triangulasi sebagai referensi pengukuran geodetik.
C. Terminal III, Pasar Bubrah ( 2600 Mdpl )
Dari Selokopo Nduwur, jalannya tidak terjal. Jalan mulai naik tajam mendekati punggungan lava Gajah Mungkur.
Setelah itu berbelok ke kiri agak datar menuju Pasar Bubrah. Di tempat ini para pendaki mengambil istarahat panjang sebelum melanjutkan perjalanan.
Perjalanan selanjutnya mendaki Gunung Anyar menuju puncak Gunung Merapi. Kelerengannya tajam >70°. Dilihat dari Pasar Bubrah, arah menuju puncak sedikit serong ke arah kiri ( timur ).
Permukaan jalan tersusun atas material lepas. Mendekati puncak, bau belerang mulai menyengat tapi tidak berbahaya. Kita akan menjumpai titik - titik solfatara dengan suhu 80° C dan selalu berasap.
Setelah itu kita akan sampai ditebing Kawah Mati yang terbentuk oleh letusan 1931. Kemudian berbelok ke kanan ( barat ) menuju puncak sekitar 5 menit, di sini kita akan jumpai tempat datar yang cukup luas, di bawah Puncak Garuda.
Kita bisa melihat pemandangan menakjubkan. Beberapa gunung api utama di Jawa Tengah bisa dilihat diantaranya Sindoro, Sumbing, Pegunungan Dieng, dan Gunung Slamet di horison barat. Merbabu dapat dilihat di sebelah utara dan Lawu di sebelah Timur.
Yang utama berhati - hatilah, karena Merapi, tak lagi seperti dulu.
ARTIKEL TERKAIT: