Ketua Indonesia Dragonfly Society ( IDS ) Wahyu Sigit mengemukakan, catatan dari WDA berdasarkan temuan PBB yang menyebutkan kondisi perairan di Indonesia sangat memprihatinkan. Menurutnya, kehidupan Capung sangat tergantung pada kondisi air.
"Di beberapa daerah yang terdapat air, sudah banyak tidak ditemukan Capung. Di Malang, Capung tidak ditemukan di Talun atau sepanjang Sungai Brantas,” kata Sigit.
Sebenarnya, Capung sudah akrab dengan kehidupan masyarakat di Indonesia. Terbukti Capung memiliki nama berbeda di setiap daerah. Orang Sunda menyebutnya Papatong, di Jawa dikenal Kinjeng, Coblang, Gantrung, atau Kutrik. Orang Banjar mengenal Kasasiur, dan di Flores disebut Tojo.
Meski banyak istilah untuk menyebut hewan ini, ternyata tidak banyak buku tentang Capung untuk lebih mengakrabkan hewan pemakan jentik nyamuk dan hama di sawah.
Berdasar catatan IDS, hinggga kini hanya dua buku karya orang Indonesia yang membahas tentang Capung, yaitu ‘Mengenal Capung’ karya Shanti Susanti terbitan Puslitbang Biologi - LIPI tahun 1998, dan kumpulan esai berjudul ‘Capung Teman Kita’ yang diterbitkan Pelestarian Pusaka Indonesia pada 2011 lalu.
“Ahli serangga di Indonesia sudah sangat banyak, tapi tidak ada yang mengambil spesifikasi pada capung. Bahkan anak - anak sekolah saja, banyak yang tidak tahu capung,” tambahnya. src
ARTIKEL TERKAIT: