Dalam bahasa Portugis 'mano in figa', maksudnya sebagai lambang kepercayaan dan kesuburan, sekaligus untuk mengejek Belanda yang merupakan musuh Portugis saat itu.
Meriam yang terletak di bagian belakang Museum Fatahilah itu memang tergolong unik. Ukurannya lebih besar dari meriam pada umumnya. Meriam itu juga terlihat anggun dengan adanya huruf latin serta ukiran yang seperti motif wayang pada pegangan meriam.
Huruf latin di bagian belakang meriam tertulis 'Ex me ipsa renata sum', yang memiliki arti 'saya lahir kembali dari diri saya'.
Meriam Si Jagur bukanlah terbuat dari bahan baru, melainkan lahir dari 16 meriam kecil yang dilebur dan digabungkan. Terdapat angka latin X + I + V = XVI yang merupakan angka 16. Benar - benar sebuah mahakarya dengan proses pembuatan unik.
Meriam Si Jagur memiliki panjang 3,81 meter, dengan berat 3,5 ton, dengan diameter dalamnya sebesar 24 cm. Tentu dapat dibayangkan, beratnya bagi petugas museum untuk memindahkannya ke area taman belakang museum setelah sebelumnya sempat ditaruh di area taman depan.
Meriam yang dipamerkan di Museum Sejarah Jakarta, atau dikenal Museum Fatahilah sekarang, memiliki nilai sejarah dan spiritual yang tinggi. Dari segi sejarah, meriam ini dibuat di Macao untuk benteng Portugis di Malaka, sebelum akhirnya direbut oleh pihak Belanda. Sisi Spiritual, konon kabarnya, meriam tersebut dipercaya memiliki kekuatan gaib.
Terlepas dari sisi sejarah dan sisi spiritual Meriam Si Jagur, pengunjung lebih sering mengartikan simbol jari tersebut secara negatif tanpa mengetahui ceritanya terlebih dahulu. Tak sedikit yang menertawakan juga.
Terkadang masih ada pengunjung yang menduduki meriam, bahkan mencoret, padahal sebenarnya tidak boleh. Sudah waktunya bagi kita untuk sadar sejarah dan menghargainya secara benar, karena bangsa yang besar adalah bangsa yang tahu akan sejarahnya. src
ARTIKEL TERKAIT: