Tak salah memang pandangan seperti itu. Banyak hal yang bisa membuat orang jenuh dan merasa rugi jika melakukan pendakian. Tentunya merasa membuang waktu percuma tanpa alasan yang jelas. Benarkah?
Ada banyak hal juga yang membuat orang menyukai kegiatan pendakian gunung. Yang pertama dan pasti adalah menyukai ataupun hobby.
Setelah itu dilakukan berulang kali, akan timbul rasa suka akan alam kemudian cinta. ya cinta pada alam. Ketika menjamah gunung dan sampai di puncak akan terbayar segala rasa lelah dan bosan yang melanda.
Keindahannya tak bisa di gambarkan. Rasa puas akan terus melanda dan pada akhirnya akan timbul rasa mencandu akan gunung dan alam.
Bayangkanlah, kita akan bertemu sesuatu yang tak bisa kita jumpai di hidup sehari - hari di kota tempat tinggal kita.
Akan menerpa badai, menyingkap kabut, melewati terjalnya dinding alam. Suatu hal yang luar biasa bagi pecinta alam yang benar - benar mencintai alam. Beruntung bukan?
Tentang pencinta alam sendiri di negeri kita, seringkali kegiatan yang dilakukan hanya sebatas sloganisasi belaka, sebatas mereka menikmati alam untuk diri sendiri, sebatas mencari kepuasan untuk kepentingan pribadi.
Pecinta Alam ( baca: mereka yang menamakan diri sebagai Pecinta Alam ) sering kali melakukan banyak aktivitas yang justru mengganggu keseimbangan alam.
Menjelajah gunung dan membuat jejak - jejak disana, mencoret batu - batu di puncak, membuang sampah non organik ke sembarang tempat, membuat api unggun yang seringkali lupa dimatikan, memetik Edelweiss hingga beratus - ratus tangkai….Suatu hal yang menyedihkan dan ironis sekali. Mengapa kau mencintai alam? .
Sebuah organisasi Pencinta Alam ( yang biasanya ngetren di kalangan mahasiswa ) seharusnya bukan sekadar sebuah tempat bernaung bagi mereka yang senang bertualang saja atau menghabiskan anggaran dana di kampus.
Ironis membayangkan mereka melakukan pendakian besar - besaran yang menelan biaya tinggi sampai ke luar negeri, sementara, di negeri sendiri, negeri yang ( seharusnya ) elok dan kaya akan hutan tropis perlahan mulai kehilangan identitasnya. Pencurian kayu, pembabatan hutan secara liar luput dari penyelamatan sang ‘pecinta alam’ Pecinta Alam.
Dalam konteks bahasa adalah seseorang yang sangat mencintai alam. Mencintai berarti melakukan banyak hal untuk sesuatu / seseorang yang dicintai.
Mencoba membahagiakan sesuatu / seseorang yang kita cintai dengan tulus. Melakukan banyak hal agar sesuatu / seseorang yang dicintai merasa nyaman. Mencintai itu tanpa sederet syarat apapun, Mencintai itu sesuatu yang tulus, tanpa pamrih.
Mencintai Alam, sama halnya dengan melakukan banyak hal untuk alam, tanpa syarat - syarat khusus, tanpa dibarengi rasa keegoisan untuk memiliki alam secara individual, tanpa mengabaikan apa yang sebetulnya dibutuhkan oleh alam.
Semua harus dilakukan tanpa pamrih, pamrih untuk dimunculkan di media massa, tanpa pamrih di puji banyak pihak, tanpa pamrih untuk mendapat dukungan dana berlebih yang pada akhirnya digunakan entah kemana.
Mencintai alam, mencintai wujud ciptaan - Nya, mengasihi setiap apa yang ada di dalamnya. Memulai dari hal kecil di sekitar kita. Meski kecil, andai setiap orang melakukannya pasti hasilnya menjadi lebih berarti.
Seharusnya merasa beruntung dapat mengenal alam dan mendaki gunung , alam banyak mengajari kita berperilaku bersahabat dan sopan terhadap sesama, tak akan mudah menemukan sapaan ramah di kegelapan alam.
Gunung, terutama mengajarkan kita kuat dan tak mudah jatuh tertimpa segala bahaya. Kemandirian perlahan akan terpupuk.
Dan tentunya segala sebut kepada Tuhan akan selalu terpancar, kala di landa bahaya di alam maupun kaa menikmati keindahan alam ciptaan Tuhan. Maka beruntunglah bagi yang pernah mendaki gunung.
“sebenarnya untuk apa kita mendaki gunung dengan berbagai rintangannya bila akhirnya kita akan menuruninya lagi? semata - mata mendaki gunung bukanlah menjejakkan kaki di puncaknya saja“
“Mendaki sebuah gunung adalah sebuah maket kecil perjalanan kehidupan, ketika yang kita kalahkan bukanlah tinggi gunung atau seberapa berat medan menuju puncaknya, namun mengalahkan batas yang ada dalam diri kita, bagaimana kita mengendalikan diri dan emosi saat berada dalam kesulitan, bagaimana kita berbagi, bagaimana kita bertahan, dan bagaimana menghadapi segala ketidak pastian. disinilah kita bercermin terhadap diri kita sendiri.”
ARTIKEL TERKAIT: