Hachiko, Lambang Setia Tanpa Batas

Hachiko, jika telah pernah menonton film yang di bintangi Richard Gere atau yang versi Jepangnya, pasti sudah tahu dengan Hachiko, lambang setia tanpa batas dari seekor anjing yang mampu menguras air mata, tak peduli, lelaki atau perempuan. Sangatlah memilukan dan membuat sedih. Tetapi ya ini bisa di jadikan teladan bagi siapa saja, tentang belajar setia dan mengerti arti setia. Hachiko adalah seekor anjing jantan jenis Akita ini yang lahir di Odate pada tanggal 10 November 1923. Ia terus dikenang sebagai lambang kesetiaan anjing terhadap majikan. Setelah majikannya meninggal, Hachiko terus menunggu majikannya yang tidak kunjung pulang di Stasiun Shibuya, Tokyo.

Dia lahir dari induk bernama Goma-go dan anjing jantan bernama Oshinai-go, namanya sewaktu kecil adalah Hachi. Pemiliknya adalah keluarga Giichi Saito dari kota Odate, Prefektur Akita. Lewat seorang perantara, Hachi dipungut oleh keluarga Ueno yang ingin memelihara anjing jenis Akita Inu. Ia dimasukkan ke dalam anyaman jerami tempat beras sebelum diangkut dengan kereta api yang berangkat dari Stasiun Odate, 14 Januari 1924. Setelah menempuh perjalanan sekitar 20 jam, Hachi sampai di Stasiun Ueno, Tokyo.

Hachi menjadi anjing peliharaan Profesor Hidesaburo Ueno yang mengajar ilmu pertanian di Universitas Kekaisaran Tokyo. Profesor Ueno waktu itu berusia 53 tahun, sedangkan istrinya, Yae berusia 39 tahun. Profesor Ueno adalah pecinta anjing. Sebelum memelihara Hachi, Profesor Ueno pernah beberapa kali memelihara anjing Akita Inu, namun semuanya tidak berumur panjang. Di rumah keluarga Ueno yang berdekatan dengan Stasiun Shibuya, Hachi dipelihara bersama dua ekor anjing lain, S dan John. Sekarang, lokasi bekas rumah keluarga Ueno diperkirakan di dekat gedung Tokyo Department Store sekarang.

Ketika Profesor Ueno berangkat bekerja, Hachi selalu mengantar kepergian majikannya di pintu rumah atau dari depan pintu gerbang. Di pagi hari, bersama S dan John, Hachi kadang - kadang mengantar majikannya hingga ke Stasiun Shibuya. Di petang hari, Hachi kembali datang ke stasiun untuk menjemput.

Pada 21 Mei 1925, seusai mengikuti rapat di kampus, Profesor Ueno mendadak meninggal dunia. Hachi terus menunggui majikannya yang tak kunjung pulang, dan tidak mau makan selama 3 hari. Menjelang hari pemakaman Profesor Ueno, upacara tsuya ( jaga malam untuk orang meninggal ) dilangsungkan pada malam hari 25 Mei 1925. Hachi masih tidak mengerti Profesor Ueno sudah meninggal. Ditemani John dan S, ia pergi juga ke stasiun untuk menjemput majikannya.

Nasib malang ikut menimpa Hachi karena Yae harus meninggalkan rumah almarhum Profesor Ueno. Yae ternyata tidak pernah dinikahi secara resmi. Hachi dan John dititipkan kepada salah seorang kerabat Yae yang memiliki toko kimono di kawasan Nihonbashi. Namun cara Hachi meloncat - loncat menyambut kedatangan pembeli ternyata tidak disukai. Ia kembali dititipkan di rumah seorang kerabat Yae di Asakusa. Kali ini, kehadiran Hachi menimbulkan pertengkaran antara pemiliknya dan tetangga di Asakusa. Akibatnya, Hachi dititipkan ke rumah putri angkat Profesor Ueno di Setayaga. Namun Hachi suka bermain di ladang dan merusak tanaman sayur - sayuran.


Pada musim gugur 1927, Hachi dititipkan di rumah Kikusaburo Kobayashi yang menjadi tukang kebun bagi keluarga Ueno. Rumah keluarga Kobayashi terletak di kawasan Tomigaya yang berdekatan dengan Stasiun Shibuya. Setiap harinya, sekitar jam-jam kepulangan Profesor Ueno, Hachi terlihat menunggu kepulangan majikan di Stasiun Shibuya.

Pada tahun 1932, kisah Hachi menunggu majikan di stasiun mengundang perhatian Hirokichi Saito dari Asosiasi Pelestarian Anjing Jepang. Prihatin atas perlakuan kasar yang sering dialami Hachi di stasiun, Saito menulis kisah sedih tentang Hachi. Artikel tersebut dikirimkannya ke harian Tokyo Asahi Shimbun, dan dimuat dengan judul Itoshiya roken monogatari ( "Kisah Anjing Tua yang Tercinta" ). Publik Jepang akhirnya mengetahui tentang kesetiaan Hachi yang terus menunggu kepulangan majikan. Setelah Hachi menjadi terkenal, pegawai stasiun, pedagang, dan orang-orang di sekitar Stasiun Shibuya mulai menyayanginya. Sejak itu pula, akhiran ko ( sayang ) ditambahkan di belakang nama Hachi, dan orang memanggilnya Hachiko.

Sekitar tahun 1933, kenalan Saito, seorang pematung bernama Teru Ando tersentuh dengan kisah Hachiko. Ando ingin membuat patung Hachiko. Setiap hari, Hachiko dibawa berkunjung ke studio milik Ando untuk berpose sebagai model. Ando berusaha mendahului laki - laki berumur yang mengaku sebagai orang yang dititipi Hachiko. Orang tersebut menjual kartu pos bergambar Hachiko untuk keuntungan pribadi. Pada bulan Januari 1934, Ando selesai menulis proposal untuk mendirikan patung Hachiko, dan proyek pengumpulan dana dimulai. Acara pengumpulan dana diadakan di Gedung Pemuda Jepang ( Nihon Seinenkan ), 10 Maret 1934. Sekitar tiga ribu penonton hadir untuk melihat Hachiko.

Patung perunggu Hachiko akhirnya selesai dan diletakkan di depan Stasiun Shibuya. Upacara peresmian diadakan pada bulan April 1934, dan disaksikan sendiri oleh Hachiko bersama sekitar 300 hadirin. Ando juga membuat patung lain Hachiko yang sedang bertiarap. Setelah selesai pada 10 Mei 1934, patung tersebut dihadiahkannya kepada Kaisar Hirohito dan Permaisuri Kojun.

Selepas pukul 06.00 pagi, tanggal 8 Maret 1935, Hachiko, 13 tahun, ditemukan sudah tidak bernyawa di jalan dekat Jembatan Inari, Sungai Shibuya. Tempat tersebut berada di sisi lain Stasiun Shibuya. Hachiko biasanya tidak pernah pergi ke sana. Berdasarkan otopsi diketahui penyebab kematiannya adalah filariasis.

Upacara perpisahan dengan Hachiko dihadiri orang banyak di Stasiun Shibuya, termasuk janda almarhum Profesor Ueno, pasangan suami istri tukang kebun Kobayashi, dan penduduk setempat. Biksu dari Myoyu-ji diundang untuk membacakan sutra. Upacara pemakaman Hachiko berlangsung seperti layaknya upacara pemakaman manusia. Hachiko dimakamkan di samping makam Profesor Ueno di Pemakaman Aoyama. Bagian luar tubuh Hachiko diopset, dan hingga kini dipamerkan di Museum Nasional Ilmu Pengetahuan, Ueno, Tokyo.

Pada 8 Juli 1935, patung Hachiko didirikan di kota kelahiran Hachiko di Odate. tepatnya di depan Stasiun Odate. Patung tersebut dibuat serupa dengan patung Hachiko di Shibuya. Dua tahun berikutnya ( 1937 ), kisah Hachiko dimasukkan ke dalam buku pendidikan moral untuk murid kelas 2 sekolah rakyat di Jepang. Judulnya adalah On o wasureruna ( Balas Budi Jangan Dilupakan ).

Pada tahun 1944, di tengah berkecamuknya Perang Dunia II, patung perunggu Hachiko ikut dilebur untuk keperluan perang. Patung pengganti yang sekarang berada di Shibuya adalah patung yang selesai dibuat bulan Agustus 1948. Patung tersebut merupakan karya pematung Takeshi Ando, anak laki - laki Teru Ando.

Pintu keluar Stasiun JR Shibuya yang berdekatan dengan patung Hachiko disebut Pintu Keluar Hachiko. Sewaktu didirikan kembali tahun 1948, patung Hachiko diletakkan di bagian tengah halaman stasiun menghadap ke utara. Namun setelah dilakukan proyek perluasan halaman stasiun pada bulan Mei 1989, patung Hachiko dipindah ke tempatnya yang sekarang dan menghadap ke timur.

Film Hachiko Monogatari karya sutradara Seijiro Koyama mulai diputar di Jepang, Oktober 1987. Pada bulan berikutnya diresmikan patung Hachiko di kota kelahirannya, Odate. Monumen peringatan ulang tahun Hachiko ke-80 didirikan 12 Oktober 2003 di lokasi rumah kelahiran Hachiko di Odate. Sebuah drama spesial tentang Hachiko ditayangkan jaringan televisi Nippon Television pada tahun 2006. Drama sepanjang dua jam tersebut diberi judul Densetsu no Akitaken Hachi ( Legenda Hachi si Anjing Akita ). Pada tahun 2009 film Hachiko: A Dog's Story karya sutradara Lasse Hallstrom mulai diputar dan dibintangi oleh Richard Gere dan Joan Allen.

Saat holywood memfilmkan Hachiko dan di bintangi oleh Richard Gere. Japan Times menyebutnya sebagai “hollywood the latest to fall for tale of hachiko” , sebagai bukti bahwa Hachiko Monogatari sudah mendunia dan juga menginspirasi dunia.


Dan Richard Gere menangis saat membaca pertama kali kisah Hachiko ini. Dia menangis seperti bayi dan terus menangis saat membacanya kembali. Gere menggambarkannya sebagai “love story” terlepas dari urusan gender dan spesies

i cried like a baby” when reading the script, gere said. “i wasn’t sure if it was just a very sensitive reaction i had that day, so i read it again a few days later and had the same reaction.”this is a love story,” said gere, who plays the professor. “it has nothing to do with gender or species.”

Julukan baginya adalah Hachiko Anjing yang Setia. Patung Hachiko di depan Stasiun Shibuya telah menjadi salah satu marka tanah di Shibuya. Sewaktu membuat janji untuk bertemu di Shibuya, orang sering berjanji untuk bertemu di depan patung Hachiko. Hachiko lambang setia tanpa batas, silahkan menonton filmnya, pasti tak menyesal. Siapkan sapu tangan atau tissue sebelum memutarnya, tangis akan keluar, bukan pertanda cengeng, tetapi tanda haru dan bangga, setianya seekor anjing pada tuannya.

ARTIKEL TERKAIT:

Alamat:

Labasan Pakem Sleman Yogyakarta 55582

Jam Kerja:

Senin - Kamis dari Jam 9.00 Wib to 17.00 Wib

Telepon:

0813 9147 0737

"Salam Rimba Indonesia"

Indonesia kaya akan keindahan alam dan tugas kita untuk menjaga sekaligus menikmatinya.

Kami, Para Sherpa selaku admin webblog Belantara Indonesia mengucapkan:
"Selamat menjelajah alam cantik Indonesia".

×