Biaya termurah untuk mendaki Gunung Kinabalu itu melalui perbatasan Indonesia – Malaysia. Sebab, tidak terkena biaya fiskal. Selain itu ada banyak bus yang menghubungkan kedua wilayah itu. Dari Jakarta ke Pontianak kami menggunakan pesawat udara. Setelah mengudara 1 jam 15 menit, pesawat mendarat di Bandara Supadio. Dari sini kami menuju Kuching dengan bus pukul 21.00.
Tiba di perbatasan Entikong sekitar pukul 04.45. Kantor perbatasan buka pukul 05.00 WIB atau pukul 06.00 waktu Sarawak. Sebelum memulai pendakian, masih ada waktu bagi kami untuk menikmati Kuching. Suasananya sangat berbeda dengan di Indonesia pada umumnya. Tak ada pedagang asongan dan sedikit pejalan kaki. Untuk mencapai Kinabalu, kami masih harus ke Miri lewat jalan darat, disambung menggunakan pesawat.
Enaknya hidup di zaman internet, kami bisa mengurus sebagian akomodasi dari Jakarta. Jelas sangat membantu karena mengurangi kerepotan selama di tempat tujuan. Untuk pengurusan akomodasi pendakian kami urus di Kinabalu Nature Resort. Di Kinabalu Nature Resort kami hanya melakukan booking untuk akomodasi. Izin pendakian dan pemandu dilakukan di Kantor Kinabalu Park yang terletak di jalur Kinabalu – Ranau. Serta sekedar info saja, pendakian ke Kinabalu wajib ditemani pemandu.
Ternyata, informasi di Kantor Kinabalu sungguh di luar dugaan. Izin mendaki RM 100, belum termasuk biaya guide sebesar RM 65, yang biasanya menemani enam pendaki. “Penyakit bawaan” kambuh: merayu agar bisa memperoleh pengurangan biaya. Tapi, kami terbentur tembok disiplin pegawai Kantor Kinabalu Park. “Kami hanya pelaksana, tidak bisa memberikan kebijakan apa - apa,” kata mereka. Sialan..
Untunglah hawa dingin yang terasa menusuk kulit diiringi hujan rintik - rintik menyambut kedatangan kami di tengah rerimbunan hutan hujan tropis yang lebat dan asri, di kawasan Kinabalu Park ( Taman Nasional Kinabalu ), di kaki Gunung Kinabalu, Sabah, Malaysia.
Dari tempat ini, puncak Gunung Kinabalu terlihat samar berselimut kabut tipis. Bentuknya, terlihat aneh dengan beberapa puncaknya, tidak mengkerucut seperti gunung - gunung pada umumnya. "Sebagian penduduk asli mempercayainya sebagai penjelmaan seorang wanita yang sedang menunggu sang kekasih," kata Helmie B Jamil, seorang pemandu wisata, karena bentuknya menurut mereka menyerupai wanita sedang tengadah.
Gunung Kinabalu memang banyak menyimpan cerita dan kisah-kisah yang misteri. Masyararakat suku Kadazan Dusun yang mendominasi penduduk di wilayah itu menyebutnya "Aki Nabalu" yang berarti Rumah dari para Arwah Leluhur. Mereka meyakini Gunung Kinabalu merupakan tempat bersemedinya roh - roh mereka setelah meninggal dunia nanti.
Dari kantor tadilah awal pendakian dimulai. Enaknya mendaki di Kinabalu, tidak perlu bawa banyak perlengkapan. Barang bawaan bisa dititipkan di loker Kantor Kinabalu Park. Untuk menyimpan benda berharga pun tersedia safe deposit box. Tujuan kami adalah Laban Rata ( 3.353 m ). Ada delapan pos perhentian dalam rute yang berjarak sekitar 5,6 km ini.
Pos pertama Timpohon ( 1.830 m ), yang bisa kami capai sekitar 10 menit. di jalur ini kami naik minibus. Pos ini merupakan pos pemeriksaan izin, dan pengunjung memperoleh kartu identitas yang harus selalu dikenakan. Kami dikenalkan ke pemandu, penduduk asli Kinabalu. Kepadanya pengunjung bisa bertanya seputar Gunung Kinabalu. Syaratnya, bisa berbahasa Inggris.
Perjalanan sesungguhnya baru dimulai selepas Timpohon. Pos berikutnya, Pondok Kandis ( 1.981 m ). Tiap pos dilengkapi sarana WC dan air bersih. Terdapat pula petunjuk ketinggian dan jarak antara pos sebelum dan sesudahnya. Kebersihannya patut diacungi jempol. Meski di setiap pos tersedia tempat sampah, pengunjung diminta membawa sampah mereka selama pendakian dan membuangnya di Kantor Kinabalu Park. Selama pendakian, kami tidak menemukan secuil pun sampah. Hebat dan bagus!
Pendakian sudah dibuat teratur dari susunan batu - batuan. Pada tanjakan dibuat undakan dan pegangan tangan di kanan - kiri. Kurang dari setengah jam kami tiba di Pondok Kandis. Pos selanjutnya berturut - turut adalah Pondok Ubah ( 2.059 m ), Pondok Lowill, Pondok Mempening ( 2.518 m ), Pondok Layang - layang ( 2.621 m ), Pondok Vilarosa ( 2.942 m ), dan Pondok Pakka ( 3.072 m ), sebelum akhirnya tiba di Laban Rata ( 3.353 m ). Total panjangnya 8,5 km.
Mendaki Kinabalu memang disarankan sekitar Mei – Juli. Melakukannya di musim hujan seperti kami, selama perjalanan tentu ditemani hujan. Disertai angin kencang, terasa sekali dinginnya menggigit kulit. Kami sedikit terbebas dari rasa dingin tatkala berhenti di pos perhentian, tempat kami mengganti baju basah dengan jaket hangat. Hujan membuat kami tidak leluasa mengamati alam Kinabalu. Padahal, Kinabalu penuh dengan vegetasi beragam.
Di bawah 1.300 m akan kita jumpai hutan Dipterocarpaceae dataran rendah. Lalu, di sekitar Kantor Kinabalu Park bisa dijumpai pohon sarangan Castanopsis, tempat hunian sejumlah besar burung dan bajing yang jinak. Dari sini sampai Laban Rata kita disuguhi hutan lumut dan hutan Rhododendron.
MENUJU PUNCAK
Pukul 02.55 kami mulai mendaki. Kaus kaki terpaksa dibungkus plastik, karena sepatu yang basah oleh hujan kemarin. Di awal pendakian kami masih melewati jalan berbatu dan akar-akar pohon sebagai pijakan dan pegangan. Cukup lama perjalanan itu karena ada teman yang masih mual sampai muntah dan sakit kepala. Terpaksa harus beristirahat dulu, sebelum melanjutkan perjalanan.
Medan kini berganti dengan gugusan granit. Inilah yang membuat khas Kinabalu. Puncaknya terselimuti batu - batu granit berbentuk gerigi. Tumbuhan sudah tidak ada sehingga orang tidak bisa berlindung dari terpaan angin. Mulai dari kaki batu granit hingga ke puncak jalur pendakian diamankan dengan tali. Setiap orang harus mendaki dan turun melalui tali itu, sehingga pada beberapa bagian terjadi antrean mereka yang akan menggunakan tali.
Di pos terakhir sebelum puncak, yakni Sayat - Sayat Hut , dilakukan pemeriksaan izin pendakian lagi. Perlu waktu 2 jam bagi kami untuk sampai di tempat ini. Sayat - sayat Hut bisa dijadikan tempat menginap, tapi kapasitasnya terbatas. Juga tak ada jaringan listrik. Peralatan memasak dan kamar mandi saja fasilitasnya. Maklum, ongkos sewanya sama dengan di Gunting Lagadan Hut.
Perjalanan selanjutnya masih dikawani gerimis dan kabut. Kami mencoba terus berjalan untuk melawan dingin. Batu granit bertambah licin akibat siraman hujan. Harus ekstra hati - hati kalau tidak ingin terpeleset. Dengan sisa - sisa tenaga akhirnya sampai juga di Lows Peak.
Rupanya, anugerah menyusul usaha kami. Saat sunrise awan sempat tersibak sehingga pemandangan elok di sekeliling Gunung Kinabalu bisa kami nikmati. Saat - saat seperti itu, hanya kekaguman yang terlontar. Tuhan Mahabesar. Tak lama awan terkuak. Mendung segera membekapnya dan memasung Matahari di pelukannya.
Kami turun, kala gerimis mulai menyentuh puncak Kinabalu. Sesampai di Gunting Lagadan Hut kami makan pagi dulu dan istirahat sambil menikmati pemandangan. Saat check out pukul 10.00, penginapan itu sudah sepi. Gerimis masih setia menemani, bahkan terkadang ditimpa hujan lebat.
ARTIKEL TERKAIT: