Menurut cerita yang paling bisa dipercaya, seorang kerani dengan tergesa - gesa memasuki ruang kerja Sir Andrew Waugh, Gubernur Jenderal Pengukuran untuk Wilayah India, dan melaporkan bahwa seorang ahli komputer Bengali bernama Radhanath Sikhdar, yang ditempatkan di kantor pengukuran Kalkuta, berhasil “menemukan gunung yang tertinggi di dunia.”
Pada masa Waugh, komputer lebih merupakan sebuah uraian tugas ketimbang sebuah mesin. Diberi nama Puncak XV oleh para juru ukur yang mengukur kemiringan sudutnya dengan menggunakan teodolit 24 inchi tiga tahun berselang, gunung yang dimaksud mencuat dari tengah rusuk Pegunungan Himalaya, di bagian wilayah Kerajaan Nepal yang tertutup bagi orang asing.
Sebelum Sikhdar mengumpulkan data pengukuran, tidak seorang pun pernah menduga bahwa Puncak XV akan menjadi sesuatu yang penting. Keenam titik pengukuran terletak di wilayah India Utara, lebih dari 100 mil jauhnya dari gunung tersebut. Bagi surveyor yang mengukurnya, semua puncak, kecuali ujung runcing dari Puncak XV, terlihat samar karena terhalang oleh tebing - tebing tinggi yang ada di latar depan, beberapa tampak lebih tinggi dari Puncak XV.
Namun, berdasakan hasil perhitungan cermat Komputer Sikhdar ( dengan memperhitungkan berbagai faktor termasuk lengkungan bumi, refraksi atmosfer, dan pembelokan garis tegak lurus ), Puncak XV teryata berada pada ketinggian 29.002 kaki di atas permukaan laut, titik tertinggi di planet ini.
Sir George Everest |
Pada 1865, sembilan tahun setelah perhitungan oleh Komputer Sikhdar dikonfirmasikan, Waugh mengubah nama Puncak XV menjadi Puncak Everest, untuk menghormati Sir George Everest, Gubernur Jenderal Pengukuran untuk Wilayah India sebelum dirinya.
Ternyata orang - orang Tibet yang tinggal di utara gunung yang megah tersebut sudah memiliki nama yang lebih anggun, Jomolungma, yang berarti “sang dewi, ibu dunia”, dan bangsa Nepal yang tinggal di selatan gunung menamainya Sagarmatha atau “dewi langit”. Namun, Waugh dengan sengaja mengabaikan nama yang diberikan penduduk asli ( meskipun secara resmi memberikan keleluasaan untuk tetap memakai nama lokal atau nama lama ), sehingga Everest menjadi nama yang tetap diingat hingga kini.
Sesaat setelah Everest dinobatkan sebagai puncak tertinggi di bumi, orang - orang memutuskan bahwa Everest layak didaki. Setelah penjelajah Amerika, Robert Peary, mencapai Kutub Utara pada 1909 dan Ronald Admundsen memimpin para penjelajah Norwegia mencapai Kutub Selatan pada 1911, Everest – yang dinamai Kutub Ketiga – menjadi objek yang paling menarik dalam dunia penjelajahan.
Mencapai puncaknya, kata Gunther O. Dyrenfurth, seorang pendaki ternama dan pencatat sejarah pendakian Himlaya, “merupakan upaya manusia yang bersifat mendunia, sebuah sasaran yang layak diraih, apapun risiko dan kerugian yang harus dihadapi.”
Daftar kerugian, ternyata mustahil begitu saja dilupakan. Menyusul penemuan oleh Komputer Sikhdar pada 1852, diperlukan tak kurang 24 korban tewas, penjelajahan 15 tim ekspedisi, dan rentang waktu 101 tahun, sebelum akhirnya Puncak Everest berhasil di gapai.
Di antara para pendaki gunung dan pakar geologi, Everest tidak dianggap sebagai gunung yang indah. Tubuhnya dianggap terlalu besar, lebar, dan kasar. Namun, keanggunan arsitektural yang tidak dimiliki Everest itu diimbangi oleh massanya yang besar dan menakjubkan.
Terletak di perbatasan Nepal dan Tibet, berdiri lebih dari 12.000 kaki di atas lembah yang berada di kaki lereng, Everest menjulang bagaikan piramid tiga sisi terbentuk dari es yang mengilat dan batu berwarna gelap yang carut marut. Delapan tim ekspedisi pertama yang mendaki Everest berasal dari Inggris, dan semuanya naik dari arah utara, dari wilayah Tibet – bukan karena sisi itu merupakan jalur pendakian yang paling mudah, melainkan karena pada 1921 Pemerintah Tibet membuka perbatasannya yang sudah lama tertutup bagi orang asing, sementara Kerajaan Nepal masih mengharamkan perbatasannya.
ARTIKEL TERKAIT: