Sahabatnya itu bernama Herman Lantang seperti halnya Soe Hok Gie bukanlah tokoh fiktif. Keduanya diceritakan punya hobi mendaki gunung dan merintis sebuah organisasi pencinta alam. Soe Hok Gie meninggal dalam pendakian Semeru pada Desember 1969 dan Herman itu hadir di sana. Kini pria kelahiran Tomohon 2 Juli 1940 itu masih sehat dan bugar. Bahkan masih kerap naik gunung.
"Tak ada batas umur untuk naik gunung. Asal sehat jasmani dan rohani. Namun memang mereka yang berusia di atas 50 tahun harus chek up dengan dokter secara teratur," ujar Herman. Ayah dari tiga anak ini menyebutkan kalau ada orang yang berusia di atas 50 tahun meninggal karena naik gunung lebih karena kurang melakukan Trainning of adaption in Nature.
Pada pertengahan 2011 dalam usia 71 tahun Herman menjelajahi rute dari Situ Gunung, Cisaar 1200 meter dari permukaan laut mengikuti jejak binatang dari Peta Junghuhn menembus ke puncak Gunung Gede, 2.958 m di atas laut.
Penjelajahan itu hanya dibantu keponakannya Ian Wongkar dan 3 lainnya dari penduduk lokal. Herman berjalan mulai dari dari air terjun Curug Sawer ( mudah berjalan kaki jam dari Gunung Situ ), menyeberang jembatan bambu dan diikuti punggung bukit sepanjang tepi timur Sungai Cibunar menuju utara - timur. Lama penjelajahan sekitar 15 jam.
Naik gunung menurut Herman Lantang bukan olahraga berbahaya. Di alam kita bisa mengenal karakter masing - masing yang sebenarnya. Tak ada yang tersembunyi. Di alam pula kita bisa memupuk rasa solidaritas dan kecintaan terhadap ciptaan Tuhan yang bisa dinikmati.
Bahkan kata suami dari Joice Moningka ini menyebutkan gunung "tempat berobat" untuk penyakit - penyakit ringan. "Kalau pilek atau batuk ringan saja, pergilah ke gunung. Begitu turun gunung, pasti sembuh. Di gunung udaranya bersih, bisa menghilangkan penyakit," nasehatnya. Istrinya juga kerap menemaninya naik gunung.
Pada Oktober 2007 pria yang pernah menjadi Ketua Mapala UI ( 1972-1974 ) ini pernah mengalami kecelakaan saat bekerja di Balikpapan sehubungan dengan pofesinya sebagai seorang ahli pengeboran. Namun setelah istirahat mantan karyawan perusahaan minyak ini naik gunung lagi. Dalam kondisi kaki pincang, ia mendaki Gunung Mahawu di Sulawesi Utara sebagai tahap penyembuhan.
Herman juga mengaku pernah terlalu percaya diri sehat terus. Dia lupa chek teratur. Darahnya naik perlahan dna tak ada alarm. Dia kena stroke pendarahan otak. Kabarnya minimal 'bed-rust' tiga bulan- alhamdulillah hanya 3 minggu sembuh boleh keluar dan hanya 'diet' ketat. Tapi saya kira itu adalah Mujizat dan "Tuhan ikut campur tangan"- sebab kencang di doain muhrim dan orang-orang yang mencintaiku," paparnya.
Sebagai mantan aktifis mahasiswa 1960 - an, Herman mengaku tegas terhadap persoalan politik. Never do anything against your concious, even when the state demand ( jangan sekali - sekali kompromi dengan Korupsi, dan ketidak jujuran, termasuk Politik Kotor ).
Kini untuk mencari nafkah halal alumnus Antropologi, Fakultas Sastra UI ini menjalankan bisnis kue. Rumahnya di bilangan Jagakarsa, Jakarta Selatan pun disulap menjadi toko kue "Kelapa Tiga Taart Tempo Doeloe", yang menjual aneka panganan kue - kue klasik yang menurutnya agak susah ditemukan di Jakarta.
"Pegawai nggak ada, ya kue dibuat sendiri. Kalau ada pesanan diantar sendiri. Saya hanya dibantu istri dan tiga anak saya," kata pria bernama lengkap Herman Onesimus Lantang.
Kecintaan akan alam yang masih ditekuni Herman mengingatkan bait lagu dari Gie yang dinyanyikan Eross
berbagi waktu dengan alam
kau akan tahu siapa dirimu yang sebenarnya
hakikat manusia src
ARTIKEL TERKAIT: