Sejak insiden itu, para sherpa meminta agar pendakian ditunda sementara untuk menghormati rekan - rekan mereka yang tewas. Mereka juga mengancam untuk membatalkan semua rencana pendakian mulai bulan ini kecuali pemerintah Nepal merevisi batas asuransi dan merancang dana kesejahteraan para sherpa.
Hal tersebut membuat ketegangan di Everest memuncak. Puluhan pendaki dari seluruh dunia kecewa karena para pemandu pendakian atau sherpa melakukan aksi mogok kerja.
Ed Marzac ( 67 ), seorang pensiunan pengacara yang berencana menjadi warga AS tertua yang mendaki Everest, mengatakan dia memutuskan untuk membatalkan rencananya setelah kehilangan salah satu pemandunya.
Marzec mengatakan, suasana antara para pendaki dan para pemandu sangat kaku, bahkan saat upacara mengenang korban tewas digelar.
"Kondisi semakin buruk dan banyak pendaki muda yang mencoba meyakinkan orang - orang untuk memaksa para sherpa agar tidak membatalkan pendakian," ujar Marzec.
Sementara itu, para sherpa memberi batas waktu kepada pemerintah hingga Senin pekan depan untuk memenuhi tuntutan mereka. Mereka menuntut pemerintah membayar santunan 10.000 dolar AS untuk keluarga para sherpa yang tewas, cedera dan tak mampu lagi bekerja akibat insiden longsor itu.
Para Sherpa juga meminta pemerintah untuk membayar biaya pengobatan rekan - rekan mereka yang terluka dan saat ini masih terbaring di rumah sakit.
Dalam satu musim pendakian, seorang sherpa mendapatkan penghasilan antara 3.000 - 6.000 dolar AS. Namun, jika terjadi kecelakaan, jumlah uang asuransi yang mereka dapatkan sangat kecil.
Lebih dari 300 orang tewas, sebagian besar adalah para sherpa, sejak puncak Everest pertama kali digapai Sir Edmund Hillary dan Tenzing Norgay pada 1953.
Hubungan antara para sherpa dan pendaki khususnya dari negara - negara Barat memburuk setelah tiga warga Eropa terlibat pertengkaran dan perkelahian dengan sekelompok sherpa tahun lalu. NG
ARTIKEL TERKAIT: