Gunung Welirang dan Gunung Arjuno dikenal masyarakat sekitar menyimpan banyak misteri. Di lereng - lereng gunung tersebut juga tersebar puluhan petilasan era kerajaan Majapahit yang berupa candi dan tempat - tempat pemujaan lainnya.
Beragam cerita mistis dari mulut ke mulut hingga saat ini masih sering didengar di kalangan masyarakat sekitar dan para pendaki yang pernah mendaki di gunung tersebut. Mulai dari cerita ngunduh mantu, pasar dieng atau pasar hantu, serta alas lali jiwo tentu tidak asing di telinga pendaki.
Sehingga seringnya pendaki hilang dan tersesat ketika mendaki maupun turun juga selalu diiringi dengan beragam cerita yang muncul.
Seperti halnya cerita ngunduh mantu; istilah ini menurut warga sekitar merupakan kejadian para pendaki, penambang belerang, maupun orang yang mendaki akan mendengar suara gamelan gending - gending pengantin. Konon jika mendengar suara tersebut, lebih baik tidak meneruskan perjalanan dan kembali turun.
Dan orang yang nekad mendaki setelah mendengar suara gamelan jawa biasanya akan tersesat ketika turun sering hilang karena sudah diambil mantu oleh penguasa Arjuna - Welirang.
Selain itu, di tengah perjalanan menuju puncak gunung tersebut, para pendaki juga bakal melewati alas lali jiwo. Menurut kepercayaan warga sekitar, para pendaki juga bisa tersesat atau semacam terhipnotis ketika melintasi alas tersebut.
Sebelum menuju puncak Arjuna, pendaki juga akan melintas kawasan yang dinamakan Pasar Dieng atau pasar hantu, di mana pada malam - malam tertentu kawasan itu akan ramai seperti pasar malam bagi penghuni gaib.
Tak heran jika kita sering mendengar para pendaki tersesat, hilang, bahkan kesurupan di dekat tempat - tempat tersebut. Namun, terlepas dari beragam cerita mistis tersebut, keberadaan makhluk sejenis Jin dan alam gaib pasti adanya dipercayai selaku muslim.
Tentang hal ini yang paling utama dan perlu diperhatikan sebelum melakukan pendakian adalah persiapan fisik, perlengkapan, dan mental, serta tingkah laku di alam bebas.
Misalnya jangan suka berbicara kotor atau sembarangan, jangan mengambil, memetik, memotong dahan sembarangan, dan lain - lain.
Mendakilah dengan rendah hati dan jangan sombong, karena puncak gunung bukanlah untuk ditaklukkan atau dibuat bangga ketika bisa mencapainya, namun sebagai sarana mendekatkan kita kepada penciptanya.
Selama kita tak bermaksud buruk, maka hal buruk juga tidak akan menghampiri kita. Percayalah.....src
ARTIKEL TERKAIT: