Pemeriksaan fisik ini dapat digabungkan dengan pengujian latihan stres agar lebih efektif dalam mengidentifikasi risiko serangan jantung.
Bersama "Eyang Lawu" Di Taman Sari Bawah Gunung Lawu |
Menurut Dokter Drummond Rennie, saturasi oksigen pada darah mencerminkan sebagian tekanan oksigen. Pada ketinggian 18.000 kaki, tingkat saturasi oksigen menurun hingga sekitar setengah jumlah di permukaan laut.
Misalnya, pada puncak Gunung Everest saturasi oksigen sekitar sepertiga dari permukaan laut. Tapi, belum ada data pendukung bahwa tingkat oksigen di puncak Gunung Everest dapat menyebabkan serangan jantung.
Penelitian yang ditulis dalam The Journal of the American Medical Association ini menyebutkan pasien dengan riwayat jantung dan telah melakukan operasi bypass koroner menyimpan risiko saat melakukan pendakian.
Mendaki gunung menjadi aktivitas yang masih menarik hingga usia lanjut. Dokter Benjamin D. Levine, Julie H. Zuckerman, dan Christopher R. deFilippi seperti dikutip dari Ahajournals.org, menyebutkan dalam latar penelitiannya bahwa lebih dari 5 juta orang berusia 60 tahun ke atas mengunjungi dataran tinggi setiap tahun. Mereka menduga para orangtua ini akan menunjukkan peningkatan gangguan fungsional pada ketinggian tertentu.
Faktor yang membatasi kinerja fisik dapat disebabkan proses penuaan dan pengembangan kondisi seperti penyakit arteri koroner.
Artikel yang berjudul "Efek Paparan Dataran Tinggi pada Orangtua" menyimpulkan orangtua memiliki masalah yang serupa dengan orang muda.
Gangguan pada ketinggian sekitar 2.500 meter berhubungan dengan hipoksemia, aktivasi sistem saraf simpatik, hipertensi pulmonal, dan penurunan kecil dalam volume plasma.
Pasien dengan penyakit arteri koroner yang baik kompensasi di permukaan laut cenderung melakukannya dengan baik di dataran tinggi sedang.
Tapi, orang berusial lanjut dapat menyesuaikan diri dengan baik sampai ketinggian 2.500 meter. Paling penting berolahraga secara rutin agar stamina tetap stabil. src
ARTIKEL TERKAIT: