Namun beberapa dekade kemudian, orang - orang yang naik turun tebing - tebing batu di Pegunungan Alpen adalah para pemburu chamois, sejenis kambing gunung. Barangkali mereka itu pemburu yang mendaki gunung.
Tapi inilah pendakian gunung yang tertua pernah dicatat dalam sejarah. Di Indonesia, sejarah pendakian gunung dimulai sejak tahun 1623 saat Yan Carstensz menemukan “Pegunungan sangat tinggi di beberapa tempat tertutup salju” di Papua.
Nama orang Eropa ini kemudian digunakan untuk salah satu gunung di gugusan Pegunungan Jaya Wijaya yakni Puncak Cartensz.
Pada tahun 1786 puncak gunung tertinggi pertama yang dicapai manusia adalah puncak Mont Blanc ( 4807 m ) di Prancis. Lalu pada tahun 1852 Puncak Everest setinggi 8840 meter ditemukan.
Orang Nepal menyebutnya Sagarmatha, atau Chomolungma menurut orang Tibet. Puncak Everest berhasil dicapai manusia pada tahun 1953 melalui kerjasama Sir Edmund Hillary dari Selandia Baru dan Sherpa Tenzing Norgay yang tergabung dalam suatu ekspedisi Inggris. Sejak saat itu, pendakian ke atap - atap dunia pun semakin ramai.
Di Indonesia sejarah pecinta alam dimulai dari kampus pada era tahun 1970 - an. Pada saat itu kegiatan politik praktis mahasiswa dibatasi dengan keluarnya SK 028/3/1978 tentang pembekuan total kegiatan Dewan Mahasiswa dan Senat Mahasiswa yang melahirkan konsep Normalisasi Kehidupan Kampus ( NKK ).
Para mahasiswa itu, diawali dengan berdirinya Mapala Universitas Indonesia di era yang sama, membuang energi mudanya dengan merambah alam mulai dari lautan sampai ke puncak gunung.
Kalau kita menilik asal katanya, ‘Pecinta’ artinya orang yang mencintai, dan alam dapat diartikan segala sesuatu yang ada di sekitar kita.
Kalau kita perjelas lagi, alam berarti benda hidup maupun benda tak hidup, yang ada di dunia ini. Udara, tanah, dan air merupakan bagian dari alam.
Demikian pula dengan tanaman, hewan, dan manusia, mereka termasuk bagian dari alam ini. Jadi, jelas bahwa diri kita sendiri merupakan bagian dari alam semesta ini.
Lalu dapatkah kita mengatakan bahwa Pecinta Alam adalah orang yang mencintai alam semesta beserta isinya, termasuk dirinya sendiri?
Bagaimana pula dengan mereka yang memiliki hobby bertualang di alam bebas? Dapatkah mereka kita sebut Pecinta Alam?
Tampaknya memang ada kerancuan makna dalam istilah “Pecinta Alam” tersebut: antara mereka yang mencintai alam ( lingkungan ) dengan mereka yang gemar berpetualang di alam bebas.
Sebagai pembanding, di Eropa dan Amerika ada suatu terminologi yang jelas bagi mereka yang berkecimpung dalam dunia kepecintaalaman, misalnya envi - ronmentalist ( pecinta lingkungan hidup: Green Peace ), naturlist ( pecinta alam seperti sebagaimana adanya ), adventure ( petualangan / penjelajah ), mountaineers, outdoor sports / activities.
Oleh karena itu, mungkin akan lebih tepat bila dikatakan bahwa Pecinta Alam adalah orang - orang yang mencintai alam beserta segala isinya, dan yang mencintai petualangan alam bebas.
Lalu apakah kita sebagai pendaki gunung bisa disebut sebagai pecinta alam? Jawabannya bisa ya dan tidak .
Selama seorang pendaki gunung masih suka buang sampah sembarangan di gunung, corat - coret, petik sana - sini dan melakukan kegiatan tak bertanggung - jawab lainnya, rasanya tidak pantas bila disebut sebagai Pecinta Alam.
Karena seorang yang mencintai alam akan senantiasa menjaga kelestarian Alam, Bukan Merusaknya………..
ARTIKEL TERKAIT: