Cara menangkapnya sederhana saja. Sang pemburu hanya menggunakan toples berleher panjang dan sempit. Toples itu diisi kacang yang telah diberi aroma. Tujuannya, agar mengundang monyet - monyet datang. Setelah diisi kacang, toples - toples itu ditanam dalam tanah dengan menyisakan mulut toples dibiarkan tanpa tutup.
Para pemburu melakukannya di sore hari. Besoknya, mereka tinggal meringkus monyet - monyet yang tangannya terjebak di dalam botol tak bisa dikeluarkan. Kok, bisa ? Tentu kita sudah tahu jawabnya. Monyet - monyet itu tertarik pada aroma yang keluar dari setiap toples. Mereka mengamati lalu memasukkan tangan untuk mengambil kacang - kacang yang ada di dalam. Tapi karena menggenggam kacang, monyet - monyet itu tidak bisa menarik keluar tangannya. Selama mempertahankan kacang - kacang itu, selama itu pula mereka terjebak.
Toples itu terlalu berat untuk diangkat. Jadi, monyet - monyet itu tidak akan dapat pergi ke mana - mana ! Teman, kita mungkin akan tertawa melihat tingkah bodoh monyet - monyet itu. Tapi, tanpa sadar sebenarnya kita mungkin sedang menertawakan diri sendiri. Ya, kadang kita bersikap seperti monyet - monyet itu. Kita sering mengenggam erat - erat setiap pikiran yang mengganjal hati kita layaknya monyet menggenggam kacang.
Kita sering mendendam, tak mudah memberi maaf, tak mudah melepaskan maaf. Mulut mungkin berkata ikhlas, tapi bara amarah masih ada di dalam dada. Kita tak pernah bisa melepasnya. Bahkan, kita bertindak begitu bodoh, membawa “toples - toples” itu ke mana pun kita pergi. Dengan beban berat itu, kita berusaha untuk terus berjalan.
Tanpa sadar, kita sebenarnya sedang terperangkap penyakit pikiran dan hati yang akut. Teman, sebenarya monyet - monyet itu bisa bebas dan selamat jika mau membuka genggaman tangannya. Dan, kita pun akan terbebas dari pikiran yang mengganjal dan penyakit hati jika sebelum tidur kita mau melepaskan semua pikiran yang mengganjal dan “rasa tidak enak” terhadap siapapun yang berinteraksi dengan kita.
Dengan begitu kita akan mendapati hari esok begitu cerah dan menghadapinya dengan senyum…. Jadi, kenapa kita tetap menggenggam pikiran yang mengganjal dan juga perasan tidak enak itu ?
ARTIKEL TERKAIT: