Mencintai Allah Swt Dan Kitabullah

Mengemban dakwah adalah pengemban Al Quran, karena Al Quran turun kepada Rasulullah untuk di dakwahkan. Allah Swt bersabda: Al Quran turun kepada Nabi Muhammad Saw dan dibawa turun oleh Ruh Al Amin ( Jibril ), agar Muhammad menjadi orang diantara orang - orang yang memeberi peringatan.(QS asy Syu'ara (26): 193 - 194), karena itu selayaknya para pengemban dakwah selalu berinteraksi dengan Al Quran, bersahabat dan senantiasa brgantung padaNya dan Al Quran. Apa jadinya tentara yang berperang tanpa senjata? Apa artinya jika pendakwah berlaga di medan dakwah tanpa Al Quran di hati dan pikirannya?

Banyak sekali hadis Nabi saw. yang menekankan tentang perlunya setiap Muslim, apalagi pengemban dakwah, untuk selalu membaca, mengkaji, memahami, menghapal dan mengamalkan al-Quran. Bahkan sering Baginda Nabi saw. mengutamakan sebagian Sahabat atas Sahabat lainnya karena keunggulan sebagian mereka atas sebagian yang lain dalam hal penguasaan dan pengamalan mereka terhadap al-Quran.

Dalam sejarah, ketika Nabi saw. hendak mengirim seorang utusan ke suatu wilayah, misalnya, beliau biasanya memilih Sahabat yang paling banyak hapalan al-Qurannya. Ketika hendak mengubur para syuhada Perang Uhud, Nabi saw. pun memerintahkan untuk mendahulukan Sahabat yang paling banyak hapalannya. Begitu pula dalam hal kepemimpinan shalat berjamaah. Nabi saw. bersabda, “Hendaklah memimpin shalat orang banyak seorang yang paling banyak membaca/menghapal/mengamalkan al-Quran.” (HR Muslim, at-Tirmidzi, an-Nasa’i, Abu Dawud dan Ibn Majah).
Rasul saw. bersabda, “Sebaik-baik ucapakan adalah Kitabullah…(HR Ahmad).

Karena itu, wajar jika membaca, mengkaji, menghapal dan mengamalkan al-Quran merupakan ibadah yang paling utama. Dalam hal ini, Khabbab bin al-Art, seorang Sahabat Nabi saw., pernah berkata kepada seseorang, “Ketahuilah sesungguhnya tidak ada cara yang lebih mudah untuk mendekatkan diri kepada-Nya dengan sesuatu yang Dia cintai melebihi firman-firman-Nya (yakni al-Quran).”

Aktivitas membaca, mengkaji, menghapal dan mengamalkan al-Quran sesungguhnya juga merupakan tanda bukti cinta seorang Muslim kepada Allah dan Rasul-Nya. Rasulullah saw. bersabda, “Siapa saja yang mencintai Allah dan Rasul-Nya, hendaknya ia membaca Al-Quran.” (HR as-Suyuthi).

Abdullah bin Mas’ud, yang amat gemar membaca al-Quran, juga pernah berkata, “Siapa saja yang mencintai al-Quran, berarti ia mencintai Allah dan Rasul-Nya.

Dengan kata lain, kecintaan pada al-Quran merupakan bukti atas kecintaan kita kepada Allah dan Rasul-Nya. Begitu pula sebaliknya.

Nabi saw. bersabda, sebagaimana dituturkan oleh Utsman bin Affan ra., “Sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari al-Quran dan mengajarkannya kepada orang lain.” (HR al-Bukhari).

Al-Hafiz Ibnu Katsir dalam kitabnya, Fadhâ’il al-Qur’ân (hlm. 126-127), “Maksud dari sabda Rasulullah saw., ‘Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari al-Quran dan mengajarkan kepada orang lain,’ adalah bahwa mereka itu orang-orang Mukmin yang selalu mengikuti dan meneladani para rasul. Mereka telah menyempurnakan diri sendiri dan menyempurnakan orang lain.”

Terkait dengan hadis ini, Imam Abu Abdurrahman as-Sulami tak pernah berhenti mengajarkan al-Quran selama empat puluh tahun di Masjid Agung Kufah karena ia begitu memahami makna hadis ini.

Pada kesempatan lain, Rasulullah saw. pernah bersabda, sebagaimana dituturkan oleh Abu Hurairah ra., “Tidaklah suatu kaum berkumpul di suatu rumah Allah, membaca kitab Allah dan mempelajarinya, melainkan akan diturunkan kepada mereka ketenangan; mereka akan diliputi oleh rahmat, dikelilingi oleh malaikat dan akan disebut-sebut Allah di hadapan orang-orang yang ada di sisi-Nya (para malaikat).” (HR Muslim).

Abu Umamah ra. juga pernah mendengar Rasulullah saw., bersabda: “Bacalah oleh kamu al-Quran, sesungguhnya (al-Quran) itu datang pada Hari Kiamat menjadi syafaat bagi pembacanya.” (HR Muslim).

Dengan semua keutamaan itu, wajarlah jika para Sahabat berlomba-lomba membaca, mempelajari dan mengamalkan kandungan al-Quran. Dalam hal membaca, misalnya, ada yang mengkhatamkan al-Quran dalam sehari semalam, bahkan ada yang khatam dua kali dalam sehari semalam. Dalam sebuah hadis sahih, Rasulullah saw. menyuruh Abdullah bin Umar agar mengkhatamkan al-Quran seminggu sekali. Begitu pula para Sahabat seperti Usman bin ‘Affan, Zaid bin Tsabit, Ibnu Mas’ud dan Ubay bin Ka’ab; telah menjadi wiridnya untuk mengkhatamkan al-Quran pada setiap hari Jumat. Namun demikian, paling tidak, hendaknya setiap Muslim bisa mengkhatamkan al-Quran sebulan sekali. (HR Ahmad).

Itulah standar yang diberikan oleh Rasulullah saw. dalam membaca al-Quran. Bagaimana dengan kita? Mudah-mudah kita mengamalkan standar yang paling minimal dalam hal mengkhatamkan al-Quran: sebulan sekali. Jika saat ini mungkin terasa berat dan sulit sekali, terutama karena faktor kemalasan, hendaklah kita segera sadar, bahwa hati kita mungkin sedang dipenuhi dengan kotoran. Sebab, sebagaimana kata Utsman bin Affan ra. “Jika hatimu bersih, niscaya ia tidak akan pernah kenyang dari firman-firman Tuhannya (al-Quran).”

Perkataan Utsman ini bermakna, bahwa kecintaan dan interaksi kita dengan al-Quran merupakan ukuran kebersihan hati kita. Jika suatu ketika kita merasa berat untuk membaca al-Quran, sangat boleh jadi itu adalah pertanda bahwa hati kita kotor. Untuk membersihkannya, paksakanlah untuk membaca al-Quran, insya Allah ayat-ayat al-Quran yang kita baca pun akan membersihkan kotoran-kotoran tersebut.

1. Dalam Al Qur’an disebutkan beberapa potongan ayat berikut:
اِنَّآاَنْزَلْنَاهُ فِى لَيْلَةِ الْقَدْرِ
Artinya:
Sesungguhnya Kami yang telah menurunkannya (Al-Qur’an) pada malam kemuliaan”. (Q.S. Al-Qadr: 1).

… وَبِالْحَقِّ أَنْزَلْنَاهُ وَبِالْحَقِّ نَزَلَ…
Artinya:
Dan kami turunkan (Al-Quran itu) dengan sebenar-benarnya dan (Al-Quran itu) telah turun dengan (membawa) kebenaran”. (Q.S. Al-Isra’ : 105)

…قَالُوْا هَذَا مَاوَعَدَنَا اللهُ وَرَسُوْلُهُ وَصَدَقَ اللهُ وَرَسُوْلُهُ…
Artinya :
Mereka berkata: Inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kita, dan benarlah Allah dan Rasul-Nya”. (Q.S. Al-Ahzab : 22)

…وَكَانَ اَمْرُ اللهِ مَفْعُوْلاً
Artinya:
Dan ketetapan Allah pasti berlaku”. (Q.S. An-Nisa: 47)
Sedangkan dalam Tadzkirah, potongan ayat-ayat tersebut dirangkaikan dengan beberapa perubahan, dan disebutkan beberapa kali dengan redaksi yang berbeda, yaitu:


اِنَّآاَنْزَلْنَاهُ قَرِيْبًامِّنَ الْقَادِيَانِ وَبِالْحَقِّ نَزَّلْنَاهُ وَبِالْحَقِّ نَزَّلَ صَدَقَ اللهُ وَرَسُوْلُهُ وَكَانَ اَمْرُ اللهِ مَفْعُوْلاً
Artinya:
Sesungguhnya Kami telah menurun-kannya (Tadzkirah) dekat Qadian dan dengan sebenarnya kami menurunkannya dan dengan sebenarnya telah turun. Maha Benar Allah dan Rasul-Nya dan ketetapan Allah pasti berlaku”.
(Tadzkirah 1969 halaman 74-75, 360, dan 367)

اِنَّآاَنْزَلْنَاهُ قَرِيْبًامِّنَ الْقَادِيَانِ وَبِالْحَقِّ نَزَّلْنَاهُ وَبِالْحَقِّ نَزَّلَ وَكَانَ اَمْرُ اللهِ مَفْعُوْلاً
Artinya:
Sesungguhnya Kami telah menurun-kannya (Tadzkirah) dekat Qadian dan dengan sebenarnya kami menurunkannya dan dengan sebenarnya telah turun. Dan ketetapan Allah pasti berlaku”.
(Tadzkirah 1969 halaman 275)
2. Dalam Al Qur’an disebutkan beberapa potongan ayat berikut:

اِنَّآاَنْزَلْنَاهُ فِى لَيْلَةِ الْقَدْرِ
Artinya:
Sesungguhnya Kami yang telah menurunkannya (Al-Qur’an) pada malam kemuliaan”. (Q.S. Al-Qadr: 1).
Sedangkan dalam Tadzkirah, ayat tersebut ditulis dengan penambahan, yaitu:

اِنَّا اَنْزَلْنَاهُ فِىْ لَيْلَةِ الْقَدْرِ اِنَّا كُنَّا مُنْزِلِيْنَ
Artinya:
Sesungguhnya Kami menurunkannya (Tadzkirah ini) pada malam Lailatul Qadar, sesungguhnya Kami benar-benar menurunkannya.”
(Tadzkirah 1969 halaman 569)
3. Dalam Al Qur’an disebutkan potongan ayat berikut:

وَ إِنْ كُنْتُمْ فِى رَيْبٍ مِّمَّا نَزَّلْنَا عَلَى عَبْدِنَا فَاْتُوْا بِسُوْرَةٍ مِّنْ مِّثْلِهِ
Artinya:
Dan jika kamu dalam keraguan tentang Al Qur’an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami, buatlah satu surat yang semisal Al Qur’an itu.
(QS. Al Baqarah: 23)
Sedangkan dalam Tadzkirah, potongan ayat tersebut dirubah dan disebutkan beberapa kali dengan redaksi yang berbeda, yaitu:

وَاِنْ كُنْتُمْ فِى رَيْبٍ مِّمَّا نَزَّلْنَا فَاْتُوْا بِاَيَةٍ مِّنْ مِّثْلِهِ

Artinya:
Dan jika kamu dalam keraguan tentang apa yang telah Kami turunkan, maka buatlah satu ayat yang semisal dengannya.
(Tadzkirah 1969 halaman 798)

اِنْ كُنْتُمْ فِى رَيْبٍ مِمَّآ اَيَّدْنَا عَبْدَنَا فَاْتُوْا بِكِتَابٍ مِنْ مِثْلِهِ
Artinya:
Jika kamu dalam keraguan tentang apa yang telah Kami kuatkan kepada hamba Kami, maka buatlah satu kitab yang semisal dengannya.
(Tadzkirah 1969 halaman 251)
4. Dalam Al Qur’an disebutkan ayat mengenai fungsi kerasulan Muhammad shallallhu ‘alaihi wasallam, yaitu:

وَمَآ أَرْسَلْنَاكَ إِلاَّ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ
Artinya:
Dan tiadalah Kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”. (QS. Al Anbiya’: 107)
Sedangkan dalam Tadzkirah, terdapat ayat buatan Mirza Ghulam Ahmad tentang kerasulannya, yaitu:

اِنَّا اَرْسَلْنَا اَحْمَدَ اِلَى قَوْمِهِ فَاَعْرَضُوْا وَقَالُوْا كَذَّابٌ أَشِرٌ

Artinya:
Sesungguhnya Kami mengutus Ahmad kepada kaumnya, akan tetapi mereka berpaling dan mereka berkata: seorang yang amat pendusta lagi sombong.
(Tadzkirah 1969 halaman 375 dan 391)
5. Dalam Al Qur’an disebutkan ayat berikut:

قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللهَ فَاتَّبِعُوْنِىْ يُحْبِبْكُمُ الله وَ يَغْفِرْلَكُمْ ُذنُوْبَكُمْ وَاللهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
Artinya:
Katakanlah (wahai Muhammad): Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Q.S. Ali Imran: 31)
Ayat Al Qur’an yang ditujukan kepada Nabi Muhammad shallallhu ‘alaihi wasallam hanya disebutkan satu kali, sedangkan dalam Tadzkirah ayat yang ditujukan kepada Nabi Mirza Ghulam Ahmad disebutkan beberapa kali, sehingga ayat-ayat tersebut seolah-olah berebut pengaruh antara Nabi Muhammad shallallhu ‘alaihi wasallam dengan Nabi Mirza Ghulam Ahmad dari India. Ayat-ayat tentang Mirza Ghulam Ahmad diantaranya:
قُلْ اِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللهَ فَاتَّبِعُوْنِىْ يُحْبِبْكُمُ اللهُ
Artinya:
Katakanlah (wahai Ahmad): Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah akan mengasihimu.”
(Tadzkirah 1969 halaman 46)
قُلْ اِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللهَ فَاتَّبِعُوْنِىْ يُحْبِبْكُمُ اللهُ
Artinya:
Katakanlah (wahai Ahmad): Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah akan mengasihimu.”
(Tadzkirah 1969 halaman 61)
قُلْ اِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللهَ فَاتَّبِعُوْنِىْ يُحْبِبْكُمُ اللهُ وَيَجْعَلْ لَّكُمْ نُوْرًا وَّيَجْعَلْ لَّكُمْ فُرْقَانًا وَّيَجْعَلْكُمْ مِّنَ الْمَنْصُوْرِيْنَ
Artinya:
Katakanlah (wahai Ahmad): Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah akan mengasihimu, dan memberikan kepadamu cahaya dan furqan, dan menjadikan kamu termasuk orang-orang yang diselamatkan.
(Tadzkirah 1969 halaman 218)

قُلْ اِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللهَ فَاتَّبِعُوْ نِىْ يُحْبِبْكُمُ اللهُ وَ يَغْفِرْلَكُمْ ذُ نُوْبَكُمْ وَ يَرْحَمْ عَلَيْكُمْ وَهُوَ اَرْحَمُ الرَّاحِمِيْنَ
Artinya:
Katakanlah (wahai Ahmad): jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihimu dan meng-ampuni dosa-dosamu dan mem-berikan rahmat kepadamu dan Dia Maha Penyayang diantara para penyayang.
(Tadzkirah 1969 halaman 221)
قُلْ اِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللهَ فَاتَّبِعُوْنِىْ يُحْبِبْكُمُ اللهُ وَقُلْ يَااَيُّهَا النَّاسُ اِنِّى رَسُوْلُ اللهِ اِلَيْكُمْ جَمِيْعًا اَىْ مُرْسَلٌ مِّنَ اللهِ
Artinya:
Katakanlah (wahai Ahmad): Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah akan mengasihimu – dan katakanlah: “Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua – yaitu sebagai orang yang diutus oleh Allah”.
(Tadzkirah 1969 halaman 352)
قُلْ اِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللهَ فَاتَّبِعُوْنِىْ يُحْبِبْكُمُ اللهُ
Artinya:
Katakanlah (wahai Ahmad): Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah akan mengasihimu.
(Tadzkirah 1969 halaman 368)
قُلْ اِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللهَ فَاتَّبِعُوْنِىْ يُحْبِبْكُمُ اللهُ
Artinya:
Katakanlah (wahai Ahmad): Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah akan mengasihimu.
(Tadzkirah 1969 halaman 467)
6. Dalam Al Qur’an disebutkan ayat berikut:

… فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِّنَ النَّاسِ تَهْوِىْ اِلَيْهِمْ …
…Maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka…” (QS. Ibrahim: 37)
Sedangkan dalam Tadzkirah, potongan ayat tersebut dirubah dan ditambahi, yaitu:

وَاجْعَلْ اَفْئِدَةً كَثِيْرَةً مِّنَ النَّاسِ تَهْوِىْ اِلَىَّ
Artinya:
Buatlah hati banyak orang cenderung kepadaku
(Tadzkirah 1969 halaman 776)
1. Dalam Tadzkirah juga banyak ayat-ayat yang merupakan buatan Mirza Ghulam Ahmad sendiri, diantaranya:
اَنْتَ مِنِّىْ وَاَناَ مِنْكَ
Artinya:
Kamu berasal dari-Ku dan Aku darimu.
(Tadzkirah 1969 halaman 774)

وَضَعْنَا النَّاسَ تَحْتَ اَقْدَامِكَ
Artinya:
Kami menempatkan manusia berada dibawah kedua telapak kakimu.
(Tadzkirah 1969 halaman 744)
اَنْتَ مِنِّىْ وَاَناَ مِنْكَ
ظُهُوْرُكَ ظُهُوْرِىْ
Artinya:
Kamu berasal dari-Ku dan Aku darimu.
Punggungmu adalah punggung-Ku

(Tadzkirah 1969 halaman 704)

رَحِمَكَ اللهُ
اِنَّكَ اَنْتَ اْلاَعْلَى
Artinya:
Allah mengasihimu.
Sesungguhnya kamu adalah yang tertinggi
.”
(Tadzkirah 1969 halaman 693)
7. Dalam Al Qur’an disebutkan ayat berikut:

… وَآتَاكُمْ مَالَمْ يُؤْتِ اَحَدًا مِّنَ الْعَالَمِيْنَ.
Artinya:
… dan diberikan-Nya kepadamu apa yang belum pernah diberikan-Nya kepada seorangpun diantara umat-umat yang lain.” (QS. Al Maidah: 20)
Sedangkan dalam Tadzkirah, potongan ayat tersebut dirubah dan ditambahi, yaitu:

اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِىْ اَذْهَبَ عَنِّى الْحَزَنَ وَآتَانِىْ مَالَمْ يُؤْتَ اَحَدٌ مِّنَ الْعَالَمِيْنَ
Artinya:
Segala puji bagi Allah Dzat Yang telah menghilangkan dariku kesedihan dan telah memberikan kepadaku apa yang tidak pernah Dia berikan kepada seorangpun di alam ini.
(Tadzkirah 1969 halaman 664)
8. Dalam Al Qur’an disebutkan ayat berikut:

أَفَلاَ يَتَدَبَّرُوْنَ الْقُرْآنَ وَلَوْكَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللهِ لَوَجَدُوْا فِيْهِ اخْتِلاَفًا كَثِيْرًا
Artinya:
Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Qur’an? Kalau kiranya Al Qur’an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak didalamnya.” (QS. An Nisa’: 82)
Sedangkan dalam Tadzkirah, ayat tersebut dipenggal dan dirubah, yaitu:
قُلْ اِنْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللهِ لَوَجَدُوْا فِيْهِ اخْتِلاَفًا كَثِيْرًا
Artinya:
Katakanlah: kalau kiranya bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapati pertentangan yang banyak di dalamnya.”
(Tadzkirah 1969 halaman 663)
PERIHAL WAHYU YANG MERUPAKAN BAJAKAN
DARI AL QUR’AN

Dalam Buku Suatu Tanggapan Benarkah Ahmadiyah Sesat?, terbitan Pedoman Besar Gerakan Ahmadiyah Indonesia (PB GAI), Yogyakarta, Agustus 2002, halaman 13 disebutkan:
“… Apakah wahyunya merupakan potongan-potongan Alqur’an atau bukan potongan Alqur’an, bukan urusan Mirza Ghulam Ahmad tetapi urusan Allah subhanahu wata’ala.!
TANGGAPAN AKHIR LPPI
Perilaku dusta yang amat keji seperti ini telah dijelaskan dalam Al Qur’an, yaitu ancaman bagi orang yang mengaku menerima wahyu dan menulis kitab dengan tangannya sendiri, kemudian dikatakannya dari Allah subhanahu wata’ala, serta merubah dan membajak wahyu Allah yang telah diturunkan kepada Rasul-Nya. Allah berfirman:

{مِنَ الَّذِيْنَ هَادُوْا يُحَرِّفُوْنَ الْكَلِمَ عَنْ مَّوَاضِعِهِ وَ يَقُوْلُوْنَ سَمِعْنَا وَعَصَيْنَا وَاسْمَعْ غَيْرَ مُسْمَعٍ …}
Artinya:
Yaitu orang-orang Yahudi, mereka merubah perkataan dari tempat-tempatnya. Mereka berkata: “Kami mendengar”, tetapi kami tidak mau menurutinya. Dan (mereka mengatakan pula): “Dengarlah” sedang kamu sebenarnya tidak mendengar apa-apa…” (QS. An Nisa’: 46)

{فَبِمَا نَقْضِهِمْ مِيْثَاقَهُمْ لَعَنَّاهُمْ وَجَعَلْنَا قُلُوْبُهُمْ قَاسِيَةً يُحَرِّفُوْنَ الْكَلِمَ عَنْ مَّوَاضِعِهِ وَنَسُوْا حَظًّا مِّمَّا ذُكِّرُوْا بِهِ…}
Artinya:
(Tetapi) karena mereka melanggar janjinya, Kami kutuk mereka, dan Kami jadikan hati mereka keras membatu. Mereka suka merubah perkataan (Allah) dari tempat-tempatnya, dan mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang mereka telah diperingatkan dengannya…” (QS. Al Maidah: 13)
{فَوَيْلٌ لِّلَّذِيْنَ يَكْتُبُوْنَ الْكِتَابَ بِأَيْدِيْهِمْ ثُمَّ يَقُوْلُوْنَ هذَا مِنْ عِنْدِ اللهِ لِيَشْتَرُوْا بِهِ ثَمَنًا قَلِيْلاً فَوَيْلٌ لَّهُمْ مِمَّا كَتَبَتْ أَيْدِيْهِمْ وَوَيْلٌ لَّهُمْ مِّمَّا يَكْسِبُوْنَ}
Artinya:
Maka kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang menulis Al Kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu dikatakannya: “Ini dari Allah”, (dengan maksud) untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu. Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka, akibat dari apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri, dan kecelakaan yang besarlah bagi mereka, akibat dari apa yang mereka kerjakan.” (QS. Al Baqarah: 79).

Semoga menjadi hikmah dalam kita mencintai Kitabullah.....amin..

ARTIKEL TERKAIT:

Alamat:

Labasan Pakem Sleman Yogyakarta 55582

Jam Kerja:

Senin - Kamis dari Jam 9.00 Wib to 17.00 Wib

Telepon:

0813 9147 0737

"Salam Rimba Indonesia"

Indonesia kaya akan keindahan alam dan tugas kita untuk menjaga sekaligus menikmatinya.

Kami, Para Sherpa selaku admin webblog Belantara Indonesia mengucapkan:
"Selamat menjelajah alam cantik Indonesia".

×