Keindahan Bromo di tambah dengan adanya tempat persembahyangan kaum Hindhu Darma yang berdiri megah di depannya.
Tak bisa di bayangkan keindahannya bagi yang belum pernah kesana dan hanya melihat Bromo dari tayangan televisi atau gambar.
Bromo ibarat gunung penjaga bagi alam dan lingkungan sekitarnya, ya menjaga dari marahnya Semeru dengan Jonggring Saloka nya.
Letak Bromo memang tak jauh dari Semeru, mengingatkan pada letak Merbabu yang tak jauh dari Merapi. Bagaikan gunung penjaga.
Kini sang penjaga tadi sedang tak ramah, Bromo akhir - akhir ini sedang beraktifitas dengan mengeluarkan asap panas belerang.
Sehingga statusnya di tetapkan menjadi awas, bukan lagi waspada. Sontak para penduduk di kawasan Probolinggo di usahakan untuk mengungsi ke tempat aman dari jangkauan amarah Bromo.
Mengingatkan saat mengunjungi Bromo beberapa tahun yang lalu. Karena kagum dengan kemegahannya, makanan berharga mahal yang di jual di bawah tangga menuju puncak Bromo, jadi tak lagi di resahkan. Walau, jelas, pada awalnya saat tahu harganya, kepala bergeleng dan kembali menghitung sisa uang di dompet!
Begitu menaiki tangga, semua lupa, puncak Bromo menyilaukan hati dan mata. Indah dan megah! Sayangnya, banyak penjual bunga Edelweis di area sekitar puncak Bromo.
Alasannya untuk kenang - kenangan. Padahal Edelweis di petik bukan dari Bromo, tetapi dari gunung Semeru di sebelahnya. Jadi bukan kenangan dari Bromo bukan?
Edelweis tak tumbuh di Bromo, karena Bromo berkawasan padang pasir luas dan hampir tak ada pepohonan yang kerasan tumbuh di sana.
Kecuali di lereng - lereng yang jauh dari Bromo, semisal di gunung Penanjakan. Yang kerasan di sana justru para pedagang makanan dan minuman dan pedagang Edelweis tadi, yang sangat membuat hati pilu bagi pecinta Edelweis.
Bromo, kemegahan sang penjaga kini sedang tak ramah, semoga tak berkelanjutan bencana gunung di Indonesia.
Biarkan Bromo tetap indah dan megah tanpa alam merusaknya. Dan upacara Kasada yang melegenda tak terganggu dengan aktifitasnya.
Sekedar menambahkan, pada malam ke-14 Bulan Kasada Masyarakat Tengger penganut Agama Hindu ( Budha Mahayana menurut Parisada Hindu Jawa Timur ) berbondong - bondong menuju puncak Gunung Bromo, dengan membawa ongkek yang berisi sesaji dari berbagai hasil pertanian, ternak dan sebagainya, lalu dilemparkan ke kawah Gunung Bromo sebagai sesaji kepada Dewa Bromo yang dipercayainya bersemayam di Gunung Bromo.
Upacara korban ini memohon agar masyarakat Tengger mendapatkan berkah dan diberi keselamatan oleh Yang Maha Kuasa.
Upacara Kasada diawali dengan pengukuhan sesepuh Tengger dan pementasan Sendratari Rara Anteng Jaka Seger di panggung terbuka Desa Ngadisari.
Kemudian tepat pada pukul 24.00 dini hari diadakan pelantikan dukun dan pemberkatan umat di poten lautan pasir Gunung Bromo.
Dukun bagi masyarakat Tengger merupakan pemimpin umat dalam bidang keagamaan, yang biasanya memimpin upacara - upacara ritual perkawinan dll.
Sebelum dilantik para dukun harus lulus ujian dengan cara menghafal dan membacakan mantra - mantra.
Pura penganut Hindu Tengger |
ARTIKEL TERKAIT: