Bencana alam juga bencana hati. Mengapa? Saat Indonesia dilanda petaka alam, saat korban mulai muncul, saat itulah kadar kemanusiaan mulai muncul dan kembali menjadi mahluk yang berTuhan. Aneka sumbangan dan donasi terus menerus meluncur ke para korban. Sikap dan sifat yang pantas di tiru dan di puji. Tetapi yang menyedihkan dan sontak membuat miris adalah saat ada oknum tak berperi kemanusiaan yang memanfaatkan sumbangan dalam bentuk uang maupun barang untuk kepentingan pribadi. Sebagai contoh, tatkala penyanyi yang berduet dengan Anang, yakni Syahrani datang dan menyumbang dalam bentuk uang dan barang, yakni kasur busa yang berjumlah 300 biji, harus marah - marah dengan pihak yang di pasrahi untuk memberikan sumbangan tadi. Maksud Syahrani, segala bentuk barang, di serahkan kepada para korban langsung, bukan di tampung dalam satu wadah. Dengan harapan, tak ada penyelewengan sumbangan kepada yang tak berhak. Tetapi, semua tak dilakukan oleh pihak yang di pasrahi menyalurkan langsung pada para korban, pada akhirnya tak tahu kemana barang - barang tadi tertuju.
Lalu ada lagi yang mengatas namakan dana bencana, tetapi tak jelas, berapa yang di salurkan. Sebagai contoh, televisi - televisi swasta di Indonesia. Mengkoordinir sumbangan dari para pemirsa televisi untuk memberikan dana lewat transfer ke nomor rekening bank dari pihak televisi tadi. Tetapi siapa yang percaya dan yakin bahwa dana sekian miliar rupiah tadi dari pemirsa televisi akan tersalurkan dengan benar dan sebanyak jumlah uang yang terkumpul? Pasti tak ada. Karena sampai kini tak ada laporan valid dari pihak televisi - televisi tersebut. Sebagai misal, jika terkumpul dana 100 juta rupiah, hanya 50 juta atau 25 juta rupiah yang sampai di tangan yang berhak di bantu. Ini hanya sinyalemen dari wacana televisi yang cenderung menomor satukan uang sebagai dana memajukan televisinya. Naudzubillah!!
Saat para Sayap - Sayap Malaikat terus berjuang bertaruh nyawa menyelamatkan para korban bencana, para sayap - sayap setan menebar ancaman juga yang tak kalah dengan bencana letusan gunung maupun tsunami yang melanda. Menjadikan bencana alam sebagai ladang bisnis mengeruk uang dari orang yang ikhlas membantu saudaranya.
Cobalah, imbangi dan balas keihlasan dan kesabaran dengan perilaku yang baik. Tak pantas rasanya jika ada yang tulus dan ikhlas membantu, lalu kita tak tahu rasa terima kasih. Kita tak pernah tahu bukan dana yang di sumbangkan datangnya dari pihak mana dan susah payahnya mencari dana hanya untuk membantu sesama manusia? Apalagi ikut campur dan membela yang namanya uang yang bukan milik kita pada dasarnya. Gila harta dengan mengorbankan harga diri adalah konyol. Banyak kalangan yang karena satu teman ada uang dan bisa membantu, lalu melupakan kawan yang lain yang hartanya tak banyak, bahkan melupakan saudara, adik atau kakak sendiri! Ingatlah susah di kala senang. Bahkan ada kutemui, ada orang yang membela yang kaya dengan bilang: " Dia itu adikku lho.." Dan adik kandung sendiri di sia - siakan! Buatku tertawa dan mengelus dada, balasan Allah Swt tak bisa di duga datangnya, entah balasan baik ataupun balasan tak baik. Bencana alam juga bencana hati melihat keangkuhan pribadi yang mementingkan diri sendiri di luar kesedihan sesamanya.
ARTIKEL TERKAIT: