Abu vulkanik diketahui bisa menyebabkan iritasi mata, penyakit infeksi saluran pernapasan akut ( ISPA ), hingga gangguan pada kulit. Kandungan abu vulkanik sangat berbahaya. Kandungan material dari abu yang dimuntahkan itu mengandung S102 atau pasir kuarsa yang biasa digunakan untuk membuat gelas. Bentuk pasir kuarsa itu tidak bulat layaknya debu biasa. Di bawah mikroskop, pasir kuarsa itu tampak berujung runcing. Ini tentunya bisa melukai saluran pernapasan, mata, bahkan kulit. Jadi partikelnya memang membahayakan. Keluhan paling banyak, infeksi saluran pernapasan akut, batuk, pilek, dan iritasi mata.
Penampakan Abu Vulkanik diperbesar |
Saat meletus, gunung berapi memang umumnya menyemburkan uap air ( H2O ), karbon dioksida ( CO2 ), sulfur dioksida ( SO2 ), asam klorida ( HCl ), asam fluorida ( HF ), dan abu vulkanik ke atmosfer. Abu vulkanik mengandung silika, mineral, dan bebatuan. Unsur yang paling umum adalah sulfat, klorida, natrium, kalsium, kalium, magnesium, dan fluoride. Ada juga unsur lain, seperti seng, kadmium, dan timah, tapi dalam konsentrasi yang lebih rendah.
Sangat tajam dan bahaya bagi paru - paru serta bisa membuat iritasi |
Dengan intensitas tinggi, bisa jadi bulu - bulu hidung tak cukup kuat menahan serangan partikel polutan berbahaya. Belum lagi ada kemungkinan suhu panas dan gas - gas beracun yang mungkin ikut keluar bersama abu vulkanik. Akumulasi silika dalam paru - paru bisa mengakibatkan silikosis yang menyebabkan kerusakan pada paru - paru. Silikosis umumnya menyerang pekerja tambang. Namun mereka terserang silikosis karena paparan silika konsentrasi tinggi dari jangka waktu yang lama. Khusus silika, sebenarnya memang ada di sekitar kita, dan sangat mungkin terhirup dalam kondisi normal. Tapi intensitasnya tidak besar, dan kalaupun terpapar tidak terus - menerus seperti saat bencana seperti gunung berapi mengeluarkan abu vulkanik.
Bandingkan dengan debu biasa yang bulat ( tidak tajam ) |
Pernapasan memang paling mudah terpengaruh oleh abu vulkanik. Tapi besar - kecilnya dampak abu vulkanik sebenarnya bergantung pada sejumlah faktor, seperti konsentrasi partikel di udara yang sebaiknya kurang dari 10 mikron dalam diameter, frekuensi dan lama pemaparan, kandungan abu, cuaca, serta kondisi kesehatan seseorang.
Cara sederhana menghindari paparan abu adalah menghindari sumber polusi dengan mengungsi. Orang dengan penyakit pernapasan atau hanya gejala harus meninggalkan area paparan tinggi abu vulkanik. Jika konsentrasi silika melebihi batas yang direkomendasikan: lebih dari 50 mikrogram per meter kubik. Penggunaan masker menjadi suatu keharusan dalam kondisi tingginya tingkat polusi udara seperti dalam bencana letusan gunung berapi.
Ada sembilan jenis respirator yang direkomendasikan berdasarkan kemampuan menyaring partikel dengan ukuran 0,3 mikron atau satu per 1.000 milimeter, yaitu respirator 95 persen, 99 persen, dan 100 persen, serta kemampuan filtrasi terhadap minyak, yaitu tipe N ( Non-resistant to oil ), R ( Resistant to oil ), dan P ( oil Proof ). Masker bedah yang terbuat dari kertas atau kain yang banyak beredar sebenarnya hanya menutupi area sekitar hidung. Masker jenis itu memiliki keterbatasan filtrasi karena ada celah di sekitar hidung dan mulut yang memungkinkan tetap masuknya kuman dan polutan yang ada di udara. Respirator lebih memberi perlindungan ketimbang masker bedah. Respirator lebih melindungi dan menyaring partikel berukuran satu mikron. Alat ini terpasang pas di wajah dan berfungsi mencegah kebocoran.
ARTIKEL TERKAIT: