Dari Gunung Untuk Para Pendakinya

Apa kabarmu hari ini? Di antara himpitan kesibukan dan berbagai deadline yang jadi satu - satunya yang kamu pikirkan akhir - akhir ini, sudahkah kau susun rencana untuk menelusuri lekuk punggungku lagi? Apakah kau rindu menjejaki tanahku sebagaimana aku rindu mendengar napas dan teriakan lantangmu?

Dari Gunung Untuk Para Pendakinya

Tapi aku bukan hanya menantimu, kaki - kaki yang pernah menjejak tanahku. Aku juga ingin memanggil anak - anak yang sebelumnya belum pernah menghirup udaraku atau menghabiskan malam berselimut kabutku.

Akulah siluet megah yang tiap hari kau lihat dari jendela rumahmu. Dan kini, aku hendak mengajakmu bicara dan mendengarkanku bercerita.

Kedatanganmu Selalu Kunanti. Dakilah Puncakku, Dan Akan Kuajarkan Padamu Makna Kerendahan Hati

Bisa merasakan jejak langkah kalian menapaki jalur - jalur pendakian di punggungku sungguh menyenangkan.

Tiap kali kalian menjajaki diriku, di sanalah aku percaya ada manusia yang sedang mencari sesuatu yang lebih besar dari dirinya.

Ada manusia yang tak hanya berpikir dirinya adalah pusat dari semesta. Ada manusia yang ingin mengingat pencipta - Nya.

Dan di sinilah aku, berusaha untuk menuntun kalian kepada jawaban - jawaban yang berusaha kalian temukan di dalam lubuk hati.

Jawaban yang membuat kalian semakin rendah hati. Bukan lewat kata - kata lembut, melainkan lewat tantangan dan rintangan yang menguji nyali, kemampuan, serta kegigihan kalian sampai batas maksimal, sehingga kalian mampu menilai kemampuan diri kalian sendiri.

Sayangnya, Kini Kedatangan Kalian Bukan Lagi Hal Yang Sederhana. Banyak Yang Datang Bukan Dengan Niat Belajar Bijaksana

Dahulu, hanya ada segelintir orang yang berani bersusah payah bertaruh nyawa hanya demi mengunjungiku. Mereka berusaha untuk lebih mengenal diriku—dan diri mereka sendiri.

Aku pun menyambut mereka dengan sukacita dan menantang mereka sampai batasnya. Mereka pulang dengan puas dan gembira, seraya berjanji untuk kembali datanglagi padaku. Kembali untuk menjadi sejatinya manusia.

Dari Gunung Untuk Para Pendakinya
Bendera Di Balik Vandalisme
Setelahnya, makin banyak rupa - rupa manusia yang hinggap ke tubuhku. Mereka yang berusaha menemukan makna kerendahan hati.

Mereka yang menginginkan sebuah pencapaian. Mereka yang ingin menemukan kehangatan pribadi di balik dinginnya puncak - puncak yang didaki. Tentunya, aku senang karena makin banyak manusia - manusia yang belajar dariku.

Perkara mengunjungiku kini bukan lagi soal menaklukkan ego pribadi dan menjadi manusia yang sederhana, sebagian dari kalian datang justru karena niat sebaliknya: memuaskan egonya untuk diakui oleh orang lain.

Kadang Aku Tak Paham Pada Pola Pikir Manusia. Alam Ini Tercipta Jauh Sebelum Kalian Ada, Namun Kalian Berlaku Seolah Ras Manusialah Yang Memilikinya

Tahukah Manusia kadang terlalu kompleks untuk alam pahami. Kalian seringkali tak cuma mengambil apa yang kalian butuhkan dari sang Pertiwi.

Beberapa golongan manusia bahkan sengaja membabat Bumi dan mengekspolitasinya demi memuaskan ketamakan mereka.

Dari Gunung Untuk Para Pendakinya

Bagi orang - orang ini, mendaki gunung tak ubahnya plesiran tanpa makna mendalam yang cuma mengejar kesenangan dan demi mendapatkan pengakuan semu berupa likes di jejaring sosial.

Mereka melupakan makna kesederhanaan dan kerendahan hati yang aku ajarkan.

Mereka datang berbondong - bondong jumlahnya, seperti air bah yang tak terbendung. Mereka tak segan - segan meninggalkan sampah mereka begitu saja tanpa dibawa kembali ke tempat asal mereka.

Mencomot Sang Edelweis dan dipajang sebentar di kamar sampai akhirnya bosan lalu dibuang. Mereka yang hanya mengejar keuntungan dari sebuah pendakian.

Melihat pendaki yang berkelakuan sesuka hatinya tanpa nurani seperti ini, membuat batinku sakit. Tubuhku kotor dan tercabik.

Keindahanku yang seharusnya bisa terus dinikmati oleh generasi mendatang perlahan mulai pudar karena noda yang mereka tinggalkan. Ini tak cuma terjadi padaku, tetapi hampir di setiap tempat yang pernah kalian jejaki

Dari Gunung Untuk Para Pendakinya

Ah, manusia, usia kalian hanya sebentar di alam fana ini. Sementara aku masih akan ada sampai beribu-ribu tahun mendatang. Tapi, dampak yang kalian tinggalkan sungguh membuatku bersedih.

Rasa bahagia ketika Matahari bersinar dan tidak turun hujan. Rasa bahagia ketika kamu memiliki persediaan air yang cukup.

Rasa bahagia ketika makanan sudah matang, meski hanya berupa sup dan lauk tempe. Rasa bahagia ketika bisa tidur dengan hangat di dalam tenda, meski tanpa kasur springbed dan rumah gedongan.

Lihat: saat kamu datang kepadaku, kamu datang dengan sederhana—hanya membawa yang kamu butuhkan saja. Tapi, dengan itupun kamu tetap bisa merasa bahagia, bukan?

Masih Banyak Pendaki Yang Peduli Padaku Dan Sang Pertiwi, Tak Hanya Pada Dirinya Sendiri. Dan Manusia - Manusia Seperti Inilah Yang Sepenuhnya Kuhormati

Ketika kepercayaanku pada kalian mulai pudar, samar - samar kulihat pendaki - pendaki ini. Pendaki yang rela memunguti sampah yang bukan miliknya dan membawanya turun, meski aku tahu itu sangat merepotkan.

Pendaki yang berani menegur dengan keras rekannya dengan gegabah membuang sesuatu yang tak bisa diurai olehku—bahkan meski itu hanya bungkus permen atau puntung rokok.

Dari Gunung Untuk Para Pendakinya

Merekalah pendaki sejati yang mencintai alam sama seperti dirinya sendiri. Merekalah yang menganggap kunjungannya kepadaku tak sekadar senang - senang demi terpuaskannya ego, melainkan untuk belajar peduli dan berbakti kepada Sang Bumi.

Merekalah yang bersikap layaknya tamu di rumahku, menghargai sang tuan rumah dan setiap makhluk di dalamnya. Sebab mereka paham, bagaimana rasanya jika orang asing mengotori tempat tinggalnya.

Ingatlah makna - makna yang kuberi selama kalian menapaki jalur pendakian, langkah demi langkah.

Ingatlah perasaan saat kalian menikmati pemandangan di puncak untuk pertama kalinya, di mana awan - awan berarak di bawah kaki, di mana kamu mengucap syukur atas ciptaan luar biasa dari Sang Maha Pencipta.

Jika ingin semua ini masih ada seribu tahun lagi, tanggalkan ego kalian dan mulailah berbuat sesuatu.

Aku dan Bumi telah memberikan segala hal yang kamu butuhkan. Lantas apa yang bisa kamu berikan kepada kami, yang selama ini selalu diam dan bersabar menyaksikan apa yang engkau lakukan?

Jadilah pendaki yang peduli, yang tak mengotori, melainkan menjagaku dengan sepenuh hati. Itu saja. Apa aku mengharapkan sesuatu yang berlebihan?  hipwee

ARTIKEL TERKAIT:

Alamat:

Labasan Pakem Sleman Yogyakarta 55582

Jam Kerja:

Senin - Kamis dari Jam 9.00 Wib to 17.00 Wib

Telepon:

0813 9147 0737

"Salam Rimba Indonesia"

Indonesia kaya akan keindahan alam dan tugas kita untuk menjaga sekaligus menikmatinya.

Kami, Para Sherpa selaku admin webblog Belantara Indonesia mengucapkan:
"Selamat menjelajah alam cantik Indonesia".

×