Dia meninggal di gunung Semeru bersama seorang kawannya akibat menghirup gas beracun yang menghembus dari kawah Mahameru, tanggal 16 Desember 1969, sehari sebelum ulang tahunnya yang ke - 27. Pada tahun 1975, makamnya dibongkar dan tulang belulang Gie dikremasi dan abunya disebar di puncak Gunung Pangrango.
Di tempat itu, abu Soe Hok Gie kemudian ditaburkan. Pada saat abu yang dibungkus kantong plastik dan anyaman tikar dibuka, ke - 35 orang di Mandalawangi itu pada menelentangkan telapak tangan mereka di muka dada.
Satu satu, telapak tangan itu diisi dengan abu tulang Soe yang putih kecoklat coklatan dan abu abu. Setelah di atasnya ditaburi bunga, abu ditaburkan ke segala penjuru lembah ke arah yang mereka suka. Ada yang ke tepi jurang. Ada yang ke semak semak edelweiss, ke dekat sumber air di ujung lembah ataupun rumput rumputan. Abu Soe ditaburkan tanpa bekas.
Senja itu Ketika matahari turun ke jurang - jurangmu Aku datang kembali ke dalam ribaanmu Dalam sepimu dan dalam dinginmu Walau setiap orang berbicara tentang manfaat dan guna Aku bicara padamu tentang cinta dan keindahan Dan aku terima kau dalam keberadaanmu Seperti kau terima dalam daku Aku cinta padamu, Pangrango yang dingin dan sepi Sungaimu adalah nyanyian keabadian tentang tiada Hutanmu adalah misteri segala Cintaku dan cintamu adalah kebisuan semesta Malam itu Ketika dingin dan kebisuan menyelimuti Mandalawangi Kau datang kembali dan berbicara padaku Tentang kehampaan semua Hidup adalah soal keberanian Menghadapi tanda tanya tanpa kita mengerti Tanpa kita menawar Terimalah dan hadapilah Dan diantara ransel - ransel kosong dan api unggun yang membara Aku terima ini semua Melampaui batas - batas jurangmu Aku cinta padamu, Pangrango Karena aku cinta pada keberanian hidup by Soe Hok Gie
Cita - cita Soe Hok Gie untuk mati di tengah alam betul - betul kesampaian. Cocok dengan ungkapan dari puisi Yunani yang suka dikutipnya; “Nasib terbaik adalah tak dilahirkan. Yang kedua dilahirkan tapi mati muda, dan yang tersial adalah umur tua. Bahagialah mereka yang mati muda.”
Soe Hok Gie memang mati muda. Tapi semangatnya tetap hidup dan memberi inspirasi pada banyak orang. Sampai saat ini, puisi Mandalawangi - Pangrango menjadi puisi wajib bagi para pendaki gunung.
“Merindukan cahaya bulan yang berbincang dengan hembusan bayu, Merindukan embun yang menetes manja di pucuk - pucuk Edelweis” полиглот
ARTIKEL TERKAIT: