Soe Hoek Gie Di Mata Herman Lantang

Soe Hoek Gie dan Herman Lantang adalah dua pendaki yang bersahabat dan waktu itu sama - sama menuju Semeru yang pada akhirnya Gie menghembuskan nafas terakhirnya.

 Soe Hoek Gie Di Mata Herman Lantang

Dan berikut ini kisah tentang kematian Gie menurut Herman Lantang, karib Gie, yang menyaksikan saat Gie meninggal dalam pangkuannya ketika akan merayakan ulang tahun di puncak Semeru pada tahun 1969.

Tragedi itu berawal saat mereka berhasil menapak di kawasan puncak Semeru yang saat itu ditutupi abu tebal.

Mereka ( Gie, Herman dan Idham ) yang kala itu berjalan dalam deretan belakang telah tertinggal jauh dengan rombongan lain, Rudi Badil, Aristides Katopo, Fredi Lasut, Maman dan Wiwiek yang ternyata telah muncak lebih dahulu.

Seusai berdoa dan menyaksikan letupan Kawah Jonggringseloko di Puncak Mahameru dengan semburan uap hitam yang mengembus membentuk tiang awan, anggota tim rombangan pertama tadi langsung melanjutkan perjalanan pulang.

Kini, tinggallah mereka bertiga (Herman, Gie dan Idham). Jauh di belakang terlihat Gie sedang termenung dengan gaya khasnya, duduk dengan lutut kaki terlipat ke dada dan tangan menopang dagu, di tubir kecil sungai kering. Tides dan Wiwiek turun duluan. Kelihatannya mereka akan menjadi yang paling akhir mendaki ke Mahameru.

Dengan tertawa kecil, Gie menitipkan batu dan daun cemara. Katanya, " Simpan dan berikan kepada kepada kawan - kawan, batu berasal dari tanah tertinggi di Jawa. Juga hadiahkan daun cemara dari puncak gunung tertinggi di Jawa ini pada cewek-cewek FSUI "

Begitu kira - kira kata - kata terakhirnya, sebelum turun ke perkemahan darurat dekat batas hutan pinus atau situs Recopodo ( Arca purbakala kecil sekitar 400-an meter di bawah Puncak Mahameru ).

Di perkemahan darurat yang cuma beratapkan dua lembar ponco ( jas hujan tentara ), Tides, Wiwiek dan Maman, menunggu datangnya Herman, Freddy, Gie, dan Idhan.

Hari makin sore, hujan mulai tipis dan lamat - lamat kelihatan beberapa puncak gunung lainnya. Namun secara berkala, letupan di Jonggringsaloko tetap terdengar jelas.

Menjelang senja, tiba - tiba batu kecil berguguran. Freddy muncul sambil memerosotkan tubuhnya yang jangkung. "Gie dan Idhan kecelakaan!" katanya.

Tak jelas apakah waktu itu Freddy bilang soal terkena uap racun, atau patah tulang. Mulai panik, kami berjalan tertatih - tatih ke arah puncak sambil meneriakkan nama Herman, Gie, dan Idhan berkali - kali.

Beberapa saat kemudian, Herman datang sambil mengempaskan diri ke tenda darurat. Dia melapor kepada Tides, kalau Gie dan Idhan sudah meninggal!

Semua bingung, tak tahu harus berbuat apa, kecuali berharap semoga laporan Herman itu ngaco. Mereka berharap semoga Gie dan Idhan cuma pingsan, besok pagi siuman lagi untuk berkumpul dan tertawa - tawa lagi, sambil mengisahkan pengalaman masing-masing.

Tides sebagai anggota tertua, segera mengatur rencana penyelamatan. Menjelang maghrib, Tides bersama Wiwiek segera turun gunung, menuju perkemahan pusat di tepian danau Ranu Pane, setelah membekali diri dengan dua bungkus mie kering, dua kerat coklat, sepotong kue kacang hijau, dan satu wadah air minum. Tides meminta kami menjaga kesehatan Maman yang masih shock, karena tergelincir dan jatuh berguling ke jurang kecil.

 Soe Hoek Gie Di Mata Herman Lantang
Herman di Gn. Klabat
 Soe Hoek Gie Di Mata Herman Lantang
Herman dan Istri
"Cek lagi keadaan Gie dan Idhan yang sebenarnya," begitu ucap Tides seperti ditirukan Herman sambil pamit di sore hari yang mulai gelap.

Selanjutnya, kami berempat tidur sekenanya, sambil menahan rembesan udara berhawa dingin, serta tamparan angin yang nyaris membekukan sendi tulang.

Baru keesokan paginya, 17 Desember 1969, mereka yakin kalau Gie dan Idhan sungguh sudah tiada, di tanah tertinggi di Pulau Jawa.

Mereka jumpai jasad kedua tersebut sudah kaku. Semalam suntuk mereka lelap berkasur pasir dan batu kecil Gunung Semeru.

Badannya yang dingin, sudah semalaman rebah berselimut kabut malam dan halimun pagi. Mata Gie dan Idhan terkatup kencang serapat katupan bibir birunya. Mereka semua diam dan sedih.

Begitulah Soe Hoek Gie dimata Herman Lantang sahabat karibnya, di ganasnya Arcopodo Semeru semoga menjadikan pembelajaran bagi kita semua, untuk berhati - hati di alam bebas dan bersahabatlah demi kenyamanan dan keselamatan dunia dan akhirat nantinya. Amien...

ARTIKEL TERKAIT:

Alamat:

Labasan Pakem Sleman Yogyakarta 55582

Jam Kerja:

Senin - Kamis dari Jam 9.00 Wib to 17.00 Wib

Telepon:

0813 9147 0737

"Salam Rimba Indonesia"

Indonesia kaya akan keindahan alam dan tugas kita untuk menjaga sekaligus menikmatinya.

Kami, Para Sherpa selaku admin webblog Belantara Indonesia mengucapkan:
"Selamat menjelajah alam cantik Indonesia".

×