Kawah Gunung Gede, 1977 |
Bagaimana sampai Anda terjun kedunia Pecinta Alam?
Kebetulan ketika saya masih kecil sangat mengandrungi cerita - cerita petualangan Balai Pustaka, seperti Tom Sawyer, Old Shutterhand, Karl May.
Pada waktu itu cerita - cerita petualangan sangat digemari terutama oleh anak - anak. Yah, mungkin kalau sekarang seperti Power Rangerlah. Cerita - cerita itulah yang menggugah minat saya untuk bertualang.
Selain itu?
Menurut saya kegiatan kepecinta alaman identik dengan kehidupan di Alam bebas. Di alam kita bisa menjadi apa adanya.Tidak perlu berbasa basi yang terlalu dipaksakan, tidak terikat dengan etiket pergaulan yang kaku dan tidak gengsi - gengsian. Pokoknya segala sesuatu yang tidak dipaksakanlah.
Saya sangat terkesan dengan cuplikan puisi yang ditulis oleh sahabat saya Soe Hok-gie tentang hal ini, yaitu:” . . . Kau terima aku dalam keberadaanku.
Selain itu apakah faktor lingkungan seperti rumah atau kelompok ikut berperan?
Ketika saya masuk Fakultas Sastra UI pada 1960 - an, saya berteman dengan Parsudi Suparlan, Ayat Rohaedy, Soe Hok-gie dan banyak lagi.
Pergaulan saya dengan mereka secara otomatis membentuk kami tidak menjadi sinyo - sinyo seperti kebanyakan anak - anak daerah Menteng pada waktu itu ( tempat tinggalnya ) tetapi saya lebih senang dengan kegiatan ke alam seperti berjalan kaki menyusuri sawah dan kegiatan semacam itu.
Dari situlah mulanya saya menggemari kegiatan yang bersifat kecinta alaman.Walaupun kegiatan ini sangat kontradiktif dengan kehidupan keseharian saya dirumah.
Kalau dirumah saya termasuk anak baik - baik yang sebelum tidur harus mengunakan piyama. Tetapi kalau diluar rumah saya lebih menyukai kehidupan di alam yang penuh dengan kesederhanaan. Semua ini juga karena terdorong oleh rasa keingin tahuan saya terhadap sesuatu yang terdapat di alam, diluar rumah.
Pada waktu itu kegiatan apa saja yang dilakukan?
Banyak sekali sebagai contoh pada 1962 saya bersama dengan Parsudi melakukan kegiatan Survival dikawasan pantai Marunda yang masih sangat alami. Walaupun saat itu kami belum mengenal istilah Survival.
Satu pekan saya disana hanya berbekal beras dan perlengkapan yang sangat minim serta hanya mengandalkan makanan yang terdapat didaerah tersebut seperti mengumpulkan kerang yang kemudian kami masak dengan kayu bakar( “drift wood” )
Lalu bagaimana perkembangan kelompok itu selanjutnya?
Pada waktu itu kebetulan kami bertemu dengan kelompok Maulana, Ratnaesih ( Sekarang dosen di FIB UI ) dan dari situlah terbentuk Mapala Prajnaparamita ( khusus Fakultas Sastra UI ) pada 1964.
Pada waktu itu kegiatan kami hanya terbatas kepecinta alaman saja, belum mengarah ke pendakian gunung yang merupakan sesuatu yang sangat berbahaya. Pendakian gunung baru dimulai beberapa saat kemudian. Kemudian perkumpulan itu berkembang menjadi MAPALA UI tepatnya pada 1971, dan ketika itu saya terpilih menjadi Ketua Mapala yang sudah se - Universitas Indonesia.
Herman membuat bivak pada SAR Willy dan Arief, mahasiswa FKUI thn 1970 |
Kapan tepatnya anda dilantik menjadi anggota Mapala?
Tepatnya pada 1966, ketika saya melepaskan jabatan Ketua Senat Mahasiswa FSUI. Pagi masa jabatan saya habis, siang harinya langsung dilantik ditempat atas permintaan sendiri oleh Ketua Mapala Edhy Wuryantoro di Taman Fakultas Sastra dekat Empang, Rawamangun.
Setelah itu pada tahun 1967-1969 saya berangkat ke pedalaman Irian untuk melakukan Riset Anthropologi guna keperluan Skripsi saya selama kurang lebih dua tahun saya tinggal bersama dengan masyarakat Dani, sampai - sampai saya terbiasa dengan kegiatan keseharian mereka, mulai dari berbicara, makanan dan mengenakan koteka ( sesekali )
Ekspedisi Pertama Mapala UI ke puncak Jaya 1972 |
Istilah Pecinta Alam tercetus dengan sendirinya secara alami. Sebab yah . . . “that’s what we are doing” itulah yang kami lakukan
Menurut saya dunia kepecinta alaman lebih bersifat Filosofis dan merupakan “Way of Life” yang harus benar - benar dihayati. Bagi saya pribadi dunia kepecinta alaman ‘ya itu tadi merupakan “way of life“ kami.
Pengalaman yang paling berkesan selama melakukan petualangan?
Saya sangat tersan ketika melakukan Pendakian yang pertama ke puncak Jaya, ini merupakan Ekspedisi pendobrak dan ekspedisi pertama Mapala UI ke Pegunungan Jaya Wijaya di Irian Jaya pada 1972. Pada waktu itu walaupun Rektor kami ( Prof.Soemantri Brojonegoro ) yang merangkap Menteri Pertambangan pada awalnya sempat khawatir, pasalnya beliau yang pernah menyaksikan jajaran pegunungan Jaya wijaya dari helikopter mengatakan betapa sukarnya gunung tersebut di daki dan beresiko sangat tinggi.
Bersama Karina Arifin, istri Norman Edwin latihan di Citatah 1976 |
Spontan saya tidak dapat menahan cucuran air mata saya melihat hal tersebut. Rasa haru dan bangga menyelimuti perasaaan kami semua. Apalagi ketika kami berhasil menggapai puncak yaitu : Puncak Jaya, Puncak Tengah ( “Middle Peak” ) dan Carstenzs Timur.
Kegiatan selain mendaki gunung?
Selain mendaki gunung saya pernah juga melalukan kegiatan Arung Jeram di sungai Citarum ( awal tahun 1970 - an ) dari 11 x, lima kali saya terpental dari perahu, dan sampai saat ini saya tidak pandai berenang. Selain itu juga kegiatan panjat tebing dan yang berhubungan dengan kegiatan di alam bebas.
Bersama keluarga di Arcopodo 1989 |
Setiap ada waktu senggang ( liburan )saya selalu mengajak keluarga saya( anak dan istri ) untuk bermain di alam, seperti kemping dan mandaki gunung. Sebab menurut saya, untuk dapat mengenal, mempelajari, mengerti segala sesuatu tentang alam, sampai ahirnya kita mau menghargai alam harus terjun langsung ke alam atau bersifat “by doing and by feeling” Herman Lantang
ARTIKEL TERKAIT: