Ada sebuah kesadaran terbangun dalam kalimat tersebut. Ada sebuah kebanggaan. Ada sebuah semangat. Ada sebuah tujuan suci. Ada cita - cita mulia. Namun apakah itu semua ada? Ataukah yang ada hanya sebuah kesadaran yang semu dalam kalimat itu?
Apakah dengan meneriakkannya meniscayakan keberadaan kelestarian? Apakah kita sadari atau tidak,dua kata itu agak bermakna dogmatis? Atau apakah terpahamkan kelestarian dalam kata itu? Apakah arti kelestarian sebenarnya? Apakah tersandarkan sebuah kebanggaan, semangat dan tujuan akan kelestarian pada dua kata dogmatis itu?
Apakah lestari itu dengan mendaki puncak tertinggi yang paling sulit dilakukan? Maka “Salam Lestari” terdengar seperti seorang penakluk, dengan semangatnya menggetarkan puncak gunung ketamakan. Apakah lestari itu ketika digunung kita bersama - sama bersaudara, namun jauh ketika dibawah gunung kita bersama - sama berperang satu sama lain?
Maka “Salam Lestari” terdengar seperti sampah yang kita tinggalkan dipuncak gunung. Inikah lestari alam kita? Kita meng - alam atau alam meng - kita? Kaum Pagan lebih tahu itu dari kita. Tempat kita sekarang ini apakah bukan alam yang kita maksud? Mengapa kesadaran kita ini menjadi begitu mengasingkan diri dari dirinya, dari keberadaannya?
Struktur - struktur ini telah begitu mengacaukan pandangan kita saat kita dibawah gunung. Ada tuntutan - tuntutan peran yang kita mainkan secara tidak sadar, membentuk dan mendeterminasi kebanyakan perilaku kita ketika pulang dari puncak gunung. Terbentuk dan terdeterminasi oleh kesombongan akan pengalaman, sifat keras dan sangar akan kehidupan, dan ini membentuk sebuah identitas yang selanjutnya dijadikan komoditas oleh pedagang - pedagang penampilan.
Marilah coba kembali mendaki gunung ego kita, bersihkan sampah - sampah ketamakan yang berhamburan disana - sini. Sebelum mendaki gunung sebenarnya. Naik bersama orang - orang dan menjadi bersaudara, pulang pun tetap menjadi bersaudara.
Dan ketika telah sampai di puncak trangulasi cinta, lihatlah alam dibawah kaki kita, begitu indahnya, begitu “Lestari”. Dan dapatilah dirimu melihat dengan mata Tuhan, di puncak trangulasi cinta, ketika telah kau bersihkan sampah ketamakan dan kesombongan dipuncak itu. Tuhan selalu ada di puncak gunung. Berdirilah dan lihat sekeliling, tiga ratus enam puluh derajat, berputarlah melihat sekitarmu, apakah kini kau dapati makna lestari itu?
Dari sebuah keindahan hubungan antara diri kita dengan alam. Tuhan meminjamkan mata-Nya. Lihatlah alam dibawah sana, tiada nampak jelas perbedaan-perbedaan itu. Putih - gelap, adil - zalim, baik - jahat, cantik - jelek, tinggi - pendek, kaya - miskin, cerdas - bodoh, dan segala perbedaan - perbedaan alam dibawah sana, sama sekali tidak terpahami, yang ada hanya kekaguman akan keindahan pemandangan itu.
Diatas puncak gunung inilah Tuhan meminjamkan mata - Nya. Segala perbedaan hakikatnya hanyalah gradasi - gradasi keindahan yang terpancar dari puncak gunung ini. Begitu indah jika kau lihat dengan mata - Nya.
Namun hidup kita tak sempurna disini. Kita mesti turun dari puncak gunung ini, menghadapi kehidupan alam dibawah sana, jauh dibawah sana, dengan segala perbedaan - perbedaan menanti untuk menggerus cara pandang kita dengan mata Tuhan yang sempat dipinjamkan. Mau tidak mau kita mesti menghadapi buasnya diri kita, ketamakan itulah yang mesti kita takuti, yang akan membuat semu pandangan itu.
Lestarilah alam kita, tempat kita, yang ada didalamnya hidup. Lestarikan alam hati kita, yang lebih buas itu, karena kita alam yang hidup dalam alam. Itulah sebabnya, sedikit yang menyadari, ketidak seimbangan alam ini, bukan hanya karena ketidak harmonisan kita dengan alam, namun lebih dari itu ketidak seimbangan alam ini karena ketidak harmonisan diri kita terhadap alam hati diri kita, terhadap Tuhan dan diri kita. src
ARTIKEL TERKAIT:
Inspirasi
- Ternyata Air Lebih Mahal Dari Emas
- Rindu Gunung Yang Dulu...
- Pendaki Era 90 an, Penuh Perjuangan
- Jangan Salah Pilih Teman Pendakian Gunungmu!
- Norman Edwin Quotes
- Tips Seru Petualangan Dengan Anak
- Inilah Sensasi Saat Mendaki Gunung
- Ingin Sahabat Sejati? Carilah Di Hutan Belantara
- Berilah 'Kelas Alam' Bagi Si Kecil
- 10 Lagu Wajib Nasional Indonesia Yang Menggetarkan Hati
- Romantisnya Mendaki Gunung Dengan Pasangan
- Mengharukan: Demi Anak, Seorang Ayah Jual Pena
- 70 Kali Dalam Sehari Maut Dekat Dengan Manusia
- Menikmati Pemandangan Alam Adalah Hak Kita, Tapi....
- Mendaki Gunung Tidak Akan Merubah Apapun!
- Inilah Masjid Portable Yang Pertama Di Indonesia
- Tips Berwudhu Di Alam Bebas
- Tips Packing Yang Tepat Untuk Mendaki Gunung
- Modal Utama Pendakian Gunung: Niat Belajar Dari Alam
- Menjadi Pendaki Yang Cerdas
- Gunung, Racun Yang Menyembuhkan!
- Sang Pemberani Yang Masuk Dalam Kawah Merapi
- Jatuh Cinta Paling Indah Itu Di Puncak Gunung
- Izinkanlah Aku Mendaki Gunung, Sekali Ini
- Dari Gunung Untuk Para Pendakinya