Maaf jika ada yang tak setuju dengan artikel ini, tetapi inilah bentuk dari rasa tak simpati kembali pada sesuatu yang tak disukai oleh banyak orang dan tentu tak disukai oleh Tuhan sang pemilik alam ini.
Ada satu weblog yang mengulas tentang agama dan memberi masukan tentang agama, Islam khususnya, demi pengunjung melimpah, lalu jalan terakhir membawa nama Tuhan sebagai judul, tentu dengan judul bombastis dan seolah tahu. Cenderung berjudul sarkastis dan menghina kebesaran Tuhan. Walau saat di tanya, pasti jawabnya: " Kan isi artikel tak sama dengan judulnya? " Kebohongan pertama.
Kebohongan kedua. Bergaya seolah tahu agama Islam, padahal ku bertaruh, puasa banyak lobangnya. Siang banyak makan dan merokok pada bulan puasa. Tetapi mencoba mengajari banyak hal tentang Tuhan dan Islam. Ini salah itu benar. Masya Allah! Semua di lakukan dan di halalkan karena demi traffik Alexa dan demi ranking dari Google ! Membuat tertawa dan akhirnya menjadi rasa kasihan.
Nanti saat aku pulang ke Palembang, kutawarkan untuk ku adu dengan para santri Aby ku di sana. Sanggupkah?
Weblog tentang Islam dan agama lain sudah ada dan banyak yang jelas ditangani oleh yang ahli tentang susunan agama dan dasar - dasar hukumnya. Jika tak tahu lebih baik belajar dahulu daripada buru -buru ceramah dan isinya omong kosong. Dan menipu. Hindari menghina agama dan judul menghina dan menghujat Tuhan untuk sesuatu yang juga omong kosong. Ketenaran? Keberhasilan? Semu!
Aku tak mengajak bertikai, tetapi mencoba membuat teman weblog tadi rendah hati dan sadar, bahwa " menghina " adalah salah, apalagi membawa nama Tuhan hanya demi traffik tinggi. Sikap menjaga ukhuwah dengan sesama muslim dan tidak bertikai hanya urusan khilafiyah mmang sudah bagian dari kewajiban kita semua. Bukan suatu hal yang terlalu aneh atau istimewa. Kita semua insya Allah sepakat untuk hal yang satu ini. Karena memang perintah Allah sangat jelas.
Bukannya kita tidak boleh berbeda pendapat, tapi seharusnya perbedaan pendapat itu tidak boleh sampai melahirkan sikap saling menjelekkan atau tindakan lain yang merusak kemesraan sesama muslim.
Bagaimana mungkin kita sibuk meributkan masalah khilafiyah hingga berbantah-bantahan bahkan saling mencaci-maki, padahal Allah SWT telah melarang hal itu dalam firmannya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik.
Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.
Sikap merendahkan kelompok lain sesama muslim adalah sikap yang jelas-jelas diharamkan Allah SWT dengan firman-Nya. Mana mungkin kita boleh bersikap demikian? Dan mana boleh kita berdiam diri menyaksikan ayat-ayat Allah SWT yang suci ini dijadikan bahan permainan?
Tentu kita wajib untuk saling mengingatkan saudara muslim dengan cara yang paling baik, sebab tindakan saling merendahkan ini pun sebenarnya bagian dari kemungkaran yang harus dihilangkan dari diri kita masing-masing.
Allah SWT juga melarang kita saling menuduh dan memberi gelar atau panggilan yang buruk kepada sesama umat Islam. Panggilan sebagai ahli bid’ah adalah panggilan yang teramat dahsyat. Seorang muslim yang beriman kepada Allah dan berakhlaq kepada nabi-Nya, pasti akan berpikir seribu kali sebelum menjatuhkan vonis seperti itu kepada saudaranya sesama muslim.
Paling tidak dia harus melakukan tabayyun terlebih dahulu, sebelum meluapkan kemarahannya dalam bentuk ejekan dan gelar-gelar yang sangat menyakitkan hati. Bukankah Allah SWT mewajibkan seseorang melakukan tabayyun sebelum mengambil sikap?
Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.
Bila kepada sesama muslim kita wajib berhusnudz-dzan, tentu seharusnya kepada para ulama yang selama ini terkenal memperjuangkan Islam dengan gigih, kita harus lebih berhusnudz-dzan lagi. Bukan pada tempatnya untuk terburu-buru menuding seseorang telah menyalahi sunnah Rasulullah SAW, atau melakukan kebatilan dan lainnya.
Apalagi sampai secara sengaja mencari-cari kesalahan si A dan si B untuk sekedar dijelek-jelekkan dan dipergunjingkan. Sungguh sebuah perbuatan yang tercela. Bahkan Allah SWT mengumpamakan mereka yang melakukan perbuatan menjijikkan ini sebagai orang yang tega memakan daging saudaranya sendiri.
Kalau para ulama berbeda pendapat, para salafus-shalih juga sering berbeda pendapat, para atba’ut tabi’in pun tidak ketinggalan berbeda pendapat, para tabi’in berbeda pendapat, para shahabat berbeda pendapat, para nabi berbeda pendapat, bahkan para malaikat pun berbeda pendapat, mengapa kita tidak bisa menerima kenyataan adanya perbedaan pendapat di antara kita? Padahal apalah kedudukan kita dibandingkan mereka?
Mengapa kita mengharuskan semua manusia hanya punya satu pendapat saja? Mengapa kita mengingkari sejarah Islam yang telah melahirkan begitu banyak mazhab? Baik dalam dunia fiqih, ilmu qiraat, ilmu hadits dan semua cabang ilmu lainnya.
Mengapa kita ingin memaksakan manusia di dunia ini untuk berpegang pada satu pendapat saja? Padahal nash-nash syariah yang kita punya memang memberi peluang kemungkinan perbedaan pendapat?
Mengapa kita terlalu mudah memaki saudara kita yang kebetulan fatwanya tidak sama dengan fatwa yang kita pegang? Mengapa harus kita maki sebagai tukang bid’ah, ahli syirik, ahlun-naar serta beragam sumpah serapah lainnya?
Bagaimana mungkin kita melakukan semua itu, sementara kita bukanlah nabi yang makshum dan terpelihara dari kesalahan dan dosa?
Semoga Allah SWT meluluhkan hati kita untuk dapat saling mencintai di bawah naungan kecintaan kepada-Nya. Semoga Allah SWT meluaskan hati kita untuk dapat menerima perbedaan pendapat dalam masalah khilafiyah, namun bukan untuk menjadi lawan, melainkan menjadi saudara seiman. Amien Ya Rabbal ‘Alamin.
Ya Allah, masukkan kami dalam Tajalli Lutf-Mu ( rahmat, karunia keTuhanan, dan nikmat ), bukan azab-Mu ( murka Tuhan ).
ARTIKEL TERKAIT: