Botol plastik dan bungkus plastik mi instan tampak berserakan di salah satu sudut tepian Danau Ranu Kumbolo, Gunung Semeru, Jawa Timur. Sampah itu ditinggalkan begitu saja oleh para pendaki dan pengunjung gunung tertinggi di Pulau Jawa tersebut, tanpa ada yang berinisiatif membawanya ke tempat pembuangan di bagian bawah gunung.
Data Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru menunjukkan setiap pengunjung membuang sekitar 0,5 kilogram sampah di Gunung Semeru. Padahal, setiap hari gunung tersebut disambangi 200 hingga 500 pendaki. Artinya, di Gunung Semeru ada sekitar 250 kilogram sampah per hari!
Kondisi tersebut tidak hanya terjadi di Gunung Semeru. Sejumlah aktivis lingkungan mengatakan tumpukan sampah di taman nasional dan gunung di Indonesia menjadi panorama umum. Kebersihannya memprihatinkan, bahkan sudah dalam taraf mengkhawatirkan.
Berdasarkan pemantauan selama beberapa tahun terakhir, kesadaran para pengunjung dan pendaki untuk membuang sampah di tempat yang sudah dialokasikan sangat rendah.
Di samping itu, kita juga melihat manajemen taman nasional yang ingin mengembangkan wisata dengan meningkatkan kuota pengunjung per hari, namun tidak diimbangi dengan kesiapan mengolah sampah.
Terbatasnya kemampuan pengelola gunung dan taman nasional untuk menangani sampah diakui Khairunissa, humas Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.
Menurutnya, pengelola Gunung Semeru hanya memiliki anggaran menyewa truk untuk mengeluarkan sampah setiap pekan. “Nggak mungkin setiap hari, kita nggak punya anggaran untuk itu.”
Gunung Semeru juga mengandalkan empat personel untuk menjaga pintu jalur pendakian Ranu Pani. Bila ditambah dengan tenaga upah, ada 10 orang yang berjaga di sana.
“Mereka harus melayani ratusan pengunjung, menjaga keamanan, lalu mengurus kebersihan. Jelas secara personel kita tidak mampu ( menangani sampah ),” ujarnya.
Yang paling utama adalah perubahan mental dan perilaku pendakinya. Aksi penurunan sampah tidak akan efektif bila tidak dibarengi dengan pemberian pemahaman dan pengawasan.
Yang efektif adalah mencegah sampah - sampah itu berada di atas gunung. Apabila kita hanya fokus mengangkut sampah dari atas gunung, siklusnya akan berputar tanpa henti.
Dan masalah sampah di gunung Indonesia tidak pernah selesai jika diserahkan kepada para insinyur. Karena tehnologi itu mudah.
Kini sudah ada plastik yang bisa terurai, lalu ada daur ulang yang canggih. Tapi itu tidak menyelesaikan masalah selama masyarakat Indonesia masih tidak terdidik membuang sampah dengan benar. Ahli agama, pendidikan, psikologi, komunikasi, harus kerja keras memberi pendidikan tentang membuang sampah. NG
ARTIKEL TERKAIT: