Hingga pada akhirnya sekitar 2 bulan yang lalu, mereka memutuskan mencari tempat sendiri, ku ikhlaskan. Karena aku sendiri juga merasa tak ringan dengan gaya hidup jaman sekarang. Dan saat itupun tentang pekerjaan, aku tawarkan pada kawan agar mampu memberi mereka pekerjaan. Alhamdulillah bisa! Luar biasa kembali bagiku, atas nama Allah Swt aku merasa bisa sedikit meringankan beban kawan. Tetapi semua itu menjadi berat bagiku, kala aku ada masalah kecil dengan yang katanya kawan baik mereka di jejaring sosial Facebook, mereka tak suka dan membuat status yang menyakitkan hati, dan bisa buatku menangis! Tak menjadi masalah besar kala perkataan hanya biasa, tetapi ada kata yang tak bisa kuterima sampai kini, yakni : Jika komentar mbok ya pakai otak! ( antara lain dalam garis besar begitu ). Kata pakai otak yang tak bisa kuterima dengan lapang dada. Jika aku tak memakai otakku, selama mereka ku tampung di rumah, pasti kubebani dengan segala macam biaya. Tak ku beri pekerjaan dan tak kurekomendasikan pekerjaan sekarang kepada kawan. ( Kebetulan kawan yang aku minta pekerjaan buat mereka adalah Kepala suku Belantara Indonesia ). Tetapi semua itu terlupa, bahkan saat memutuskan keluar dari rumah tanpa satu pun ucapan pamit atau kata terima kasih padaku. Ya aku tahu, dalam Islam kita tak boleh berharap ucapan terima kasih, tetapi saat itu aku masih dalam koridor manusiawi. Semoga bisa menjadi pembelajaran bagi semua curahan hati ku di atas, ingatlah masa lalu saat susah dikala sedang senang. Jalin silaturahim dengan baik dan satu lagi, hindari kesukaan turut campur masalah orang lain!.
Pada akhirnya hanya alam yang bisa mengerti kala hati gundah. Merenda hati dengan alam lah yang bisa buatku tenang, masalah tiba - tiba menjadi kecil dan tak perlu ku pikirkan kembali. Biarlah Allah Ta'alla yang berkehendak nantinya. Dan dua hari ini aku kembali ke alam, kutapaki lereng - lereng dan tempat - tempat bekas marahnya Merapi. Hanya untuk melegakan hati dan mencoba mengerti ganasnya alam kala di sakiti. Bersama Sherpa Belantara Indonesia, kami susuri bekas abu vulkanik Merapi.
Dulu sungai besar, kini lautan pasir |
Bisa memang membuang gundah dan melupakan hal yang sebenarnya sepele dan ringan. Karena alam. Ada hikmah di balik peristiwa, ada Tuhan di balik kesombongan manusia. Walau kini jika hendak menuju tempat yang di penuhi abu vulkanik Merapi harus sedikit menjauh dari aparat polisi, karena jalur menuju kesana banyak yang di tutup, dan mestinya tak menerima kunjungan dengan alasan apapun. Hormati dan hargai aparat sebaiknya, karena tindakan mereka demi keselamatan kita juga bukan?
Habib Fadil, Andari dan Rina |
Belantara Indonesia Base Camp |
Ini hanya ungkapan hati dan apa yang bisa meringankan beban hati bagi penggiat alam bebas sesungguhnya? Alam! Merenda hati dengan alam adalah bagian jalan keluar dan membebat luka hati dengan baik. Ikhlas dan sabar serta kata maaf tak jadi di tinggalkan atau di lupakan. Semoga Allah Swt tak memberi sangsi apapun. Amin.
ARTIKEL TERKAIT: