Karena dengan menjaga kelestarian lingkiungan akan menghindarkan bangsa dari bencana ekologis serta menjauhkan rakyat dari kesengsaraan akibat bencana. Jika rakyat suatu bangsa memiliki tingkat integritas nasionalisme yang besar, tentu sumber daya alam dan lingkungan hidupnya akan terjaga.
Pemerintah pun dalam memanfaatkan sumber daya alam akan sepenuhnya berorientasi pada peningkatan kesejahteraan rakyat. Bukan sebaliknya pemanfaatan hanya untuk kepentingan tertentu atau untuk mengisi kantong pribadi segelintir orang serta dilakukan secara berlebihan hingga menimbulkan kerusakan lingkungan.
Alih - alih kekayaan sumber daya alam sebagai sumber kemakmuran tetapi kini menjadi sumber kesengsaraan bagi rakyatnya. Berbagai bencana ekologis seperti banjir dan longsor terjadi akibat rusaknya hutan. Menurut data Walhi pada tahun 2006 saja, terjadi 59 kali bencana banjir dan lonsor yang memakan korban jiwa 1.250 orang, merusak 36.000 rumah dan menggagalkan panen di 136 ribu hektar lahan pertanian.
Akibat bencana tersebut diperkirakan telah menelan kerugian baik secara langsung maupun tidak langsung sebesar Rp. 20,57 triliun, atau setara dengan hampir 3 persen APBN 2006. Indonesia sebagai salah satu negara dengan luas hutan hujan tropis terbesar didunia tentu merupakan daya tarik tersendiri bagi negara lain. Masyarakat dunia memiliki kepentingan terhadap kelestarian hutan di Indonesia.
Karena secara ekologis hutan hujan tropis yang berada diwilayah teritori Indonesia pada hakekatnya milik masyarakat di dunia. Mengingat secara ekologis hutan memiliki fungsi - fungsi yang tidak saja dirasakan manfaatnya oleh masyarakat sekitar, namun oleh semua penduduk dunia. Fungsi hutan sebagai paru - paru dunia yang dapat menyerap karbon dan menghasilkan oksigen adalah salah satunya.
Indonesia juga menjadi salah satu benteng utama untuk menahan laju pemanasan global karena hutan hujan tropisnya. Disamping itu juga hutan berfungsi sebagai cagar biosfer yang berfungsi melindungi keanekaragaman hayati. Ketika cagar biosfer di dunia terus dikembangkan hingga sekarang mencapai 540 - an, tapi Indonesia dengan keanekaragaman hayati yang tergolong paling kaya sampai sekarang hanya memiliki 6 cagar biosfer sejak 1970 – 1980.
Ke-enam cagar biosfer di Indonesia tersebut terdiri atas, cagar biosfer Cibodas Jawa Barat, cagar biosfer Tanjung puti di Kalimantan Tengah, LoreLindu di Sulawesi Tengah, Taman Nasional Komodo. Terkait dengan kekayaan - ragaman hayati yang terdapat pada hutan hujan tropis, pewaris takhta Kerajaan Inggris, atau lebih dikenal dengan Pangeran Charles memberikan perhatian dan dukungan terhadap pelestarian hutan tropis.
Pangeran Charles tertarik terhadap kawasan yang mendapat konsesi selama 100 tahun yang merupakan lokasi pertama restorasi ekosistem di Indonesia. Kepedulian Pangeran Charles terhadap hutan tropis di Indonesia semestinya menggugah nasionalisme sekaligus kepedulian kita akan kondisi hutan yang sangat memprihatinkan.
Tetapi apa yang terjadi, beberapa kasus alih fungsi lahan dan hutan lindung belakangan makin marak tejadi diberbagai daerah. Hal tersebut membuktikan bahwa sebagian besar pejabat dinegeri ini memiliki integritas moral dan nasionalisme yang rendah. Bahkan lebih rendah dari bangsa lain yang telah memberikan perhatian dan dukungan yang terhadap upaya pelestarian hutan.
Dalam setiap kasus alih fungsi lahan dan hutan lindung, pejabatlah yang menjadi pelindungnya. Kasus yang paling mencolok adalah tersandungnya anggota komisi IV DPR RI dalam proses pengalihan fungsi hutan lindung seluas 7.300 hektar di Kabupaten Bintan. Mereka telah menggadaikan integritas moral dan nasionalismenya hanya demi kepentingan pribadi, mereka lupa apa yang pernah diucapkan melalui janji dan komitmenya pada saat kampanye.
Penderitaan rakyat akibat bencana lingkungan yang ditimbulkan tidak cukup menjadi pertimbangan akal sehat mereka. Program - program pemerintah lain terkait upaya melestarikan hutan pun nampaknya belum dapat begitu diandalkan.
Sebagai contoh beberapa waktu lalu di Kabupaten Timor Tengah Selatan NTT atau tepatnya di Kecamatan Batu Putih dan Amanuban Selatan, Gerakan Penghijauan Nasional ( Gerhan ) yang bertujuan untuk merehabilitas lahan kritis justru telah merusak ekosistem yang ada, yaitu dengan cara membakarnya. Sehingga ruas jalan sepanjang 12 kilometer antara Kecamatan Batu Putih, Amanuban Selatan dan Kualin tidak lagi rindang.
Celakanya pemerintah yang seharusnya dapat mengendalikan kondisi tersebut, justru terus mengeluarkan kebijakan yang membuka peluang terjadinya deforestasi yang makin luas dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 2; dan No. 3 tahun 38 tahun 2008. Dalam Peraturan Pemerintah tersebut baik hutan produksi maupun hutan lindung dapat dijadikan daerah pertambangan dengan catatan memberi kompensasi berupa uang sewa.
Kemudian uang sewa tersebut direncanakan untuk dimanfaatkan sebagai biaya atau pendanaan penjagaan hutan yang masih tersisa. Padahal menurut Walhi PP ini disinyalir akan memuluskan pemusnahan 925 ribu hektar hutan lindung oleh beberapa perusahaan.
Karena PP tersebut akan memberi peluang terhadap pembukaan hutan lindung dan hutan produksi untuk kegiatan pertambangan, infrastruktur telekomunikasi dan jalan tol dengan tarif sewa Rp. 120 untuk hutan produksi dan Rp. 300 untuk hutan lindung per meter persegi per tahun.
Ternyata ancaman tidak saja dialami oleh ekosistem hutan lindung maupun hutan produksi yang berada di belantara Kalimatan, Sulawesi ataupun Papua, melainkan juga menimpa kawasan hutan yang berada didalam kota atau yang berfungsi sebagai Ruang Terbuka Hijau ( RTH ).
Terancamnya Hutan Babakan Siliwangi sebagai hutan Kota Bandung merupakan kasus yang akhir - akhir ini menyita perhatian banyak pihak. Tarik - menarik antar berbagai kepentingan terlihat nampak jelas. Satu pihak ingin tetap mempertahankan Babakan Siliwangi sebagai hutan kota, dilain pihak menginginkan agar dilakukannya alih fungsi lahan hutan kota menjadi rumah makan Babakan Siliwangi.
Agaknya momentum seabad Kebangkitan Nasional dan 80 tahun Sumpah Pemuda belum dapat membangun nasionalisme dan integritas moral khusunya pejabat dan masyarakat secara umum untuk dapat menjaga kelestarian hutan. Kepedulian terhadap lingkungan jangan hanya sekedar dijadikan retorika dan wacana saja.
Saat ini isu lingkungan hanya dieksploitasi sebagai komoditas politik pada saat kampanye saja. Sejatinya mometum 100 tahun Kebangkitan Nasional dan Sumpah Pemuda menjadi inspirasi untuk membangun kepedulian terhadap lingkungan, khususnya kelestarian hutan.
Selanjutnya kepedulian tersebut diwujudkan dengan tindakan yang nyata sekecil apapun, seperti dengan menanm pohon. Karena tindakan nyata dalam menjaga kelestarian hutan di wilayah kita berada, berarti kita telah menjaga kelangsungan hidup bagi umat manusia dimuka bumi dan sekaligus meningkatkan kesejahteraan hidup seluruh rakyat Indonesia.
ARTIKEL TERKAIT: