Ketika dia bergejolak, kamilah anaknya yang selalu menghibur, menjenguknya di kala dia sakit. Bukankah kita tidak perlu takut akan Ibu kita sendiri?
Kami yakin seorang ibu tidak akan pernah mencelakakan mereka yang dibesarkan dan selalu mengasihinya.
MAAFKAN AKU MERAPI
Maafkan aku Merapi,
Dia tidak mengerti. Aku juga tidak mengerti.
Mengapa cinta tidak bisa diberi.
Mungkin orang seperti aku dan dia merusak bumi
yang kami pijak dan mengotori
dengan segala cinta, keterpaksaan, dan duniawi
Mungkin ketika mereka meminta benda-benda gaib berterbangan ke sana-ke mari
untuk dipakai sebagai jampi-jampi,
"Beri kekuasaan, beri kami harta, beri perempuan, beri pria, beri itu ini..."
Kamu menangis, Merapi.
Tertegun aku di sini,
melihatmu mulai akan menyemburkan api
Tolong jangan, jangan Merapi
jangan lukai kami
terimalah terimalah persembahan kami untuk bumi
maafkan maafkan kami
sampah yang kami buang, sampah juga di dalam hati.
Kembali pada cinta, Merapi
kegaiban cuma milik Sang Gusti
dan alam menyimpannya rapi - rapi
sehingga aku berlutut dan menyerah diri
"Ia telah meminta untuk dicintai. Orang lain mengguna - guna karena tidak bisa mencintai. Sementara aku mencintai, tapi dibenci orang di sana - sini. Dan aku akhirnya menyendiri. Ia dikunci. Kekasih hati tidak peduli."
Duh Gusti,
sabarkan Merapi
apalah artinya mati?
jika masih banyak juga yang tidak peduli?
sementara aku sudah berperang melawan mereka, seorang diri.
tapi Gusti dan Merapi,
aku tahu telah mendapat teman sejati.
Duh aduh Gusti,
katakan pada Merapi
aku sendiri telah menyimpan cinta walau inginnya jadi api
karena cinta mendidih setelah merasa dikhianati
( "Sabar, sabar, Wong sabar dikasihani. Kamu dan dia akan menjadi dekat karena Gusti. Sabar. Sementara orang - orang yang meminta duniawi? Oh, mereka akan 'mati'."- kata guru yang tinggal di kaki Merapi.)
Sabar, sabar, duh Merapi
sabarlah bersama aku di sini.
Puisi oleh Firas
ARTIKEL TERKAIT: