Setelahnya akan melewati sabana kecil yang dimana bunga - bunga akan menyambut mata para pendaki. Sebuah pemandangan yang indah sebelum melalui jalur yang ekstrim.
Perjalanan ini akan menuju sebuah pos yang bernama Cisentor. Di pos ini, para pendaki bisa mengambil air yang jernih sekaligus beristirahat di sebuah pondokan yang telah ada di sana.
Cisentor sendiri juga merupakan sebuah tempat yang merupakan titik pertemuan antara jalur Desa Bremi dan jalur Baderan.
Selepas Cisentor, perjalanan akan dilanjutkan menuju kawasan Rawa Embik. Seperti perjalanan sebelumnya, perjalanan akan dihiasi dengan bunga - bunga di pinggir jalur pendakian sembari sesekali tanaman Edelweiss yang merupakan tanaman khas pegunungan akan muncul.
Ada sebagian yang berbunga dan ada sebagian yang tidak berbunga. Di Rawa Embik sendiri, Edelweiss yang tumbuh cukup banyak mengingat kawasan ini memiliki ketinggian sekitar 2800 mdpl.
Menurut penduduk sekitar, yang ditemui ketika di jalur pendakian awal, kawasan ini merupakan tempat kambing - kambing dibawa oleh penduduk untuk dimandikan.
Ada juga yang mengatakan bahwa di sini adalah tempat kambing gunung mencari minum.
Rawa Embik sendiri adalah sebuah kawasan yang mirip dengan Cikasur, yakni sebuah sabana dengan sebuah sungai kecil.
Hanya saja sabana di sini tidak seluas di Cikasur. Pada malam hari, angin yang berhembus di kawasan ini sangat menusuk kulit.
Perjalanan dari Rawa Embik menuju kawasan tertinggi di kompleks pegunungan ini akan memberikan sebuah pandangan adanya dua buah puncak yang letaknya bersebelahan.
Kedua puncak ini akan terlihat jelas di sebuah sabana yang bernama Sabana Lonceng. Kedua puncak ini berdiri dengan gagahnya.
Sabana Lonceng Argopuro |
Hal ini disebabkan karena gunung Argopuro lebih dikenal oleh masyarakat dengan kaitannya dengan Dewi Rengganis.
Menurut kisah yang ada di masyarakat, Dewi Rengganis ini melarikan diri bersama dengan dayangnya dan menetap di gunung ini.
Di Puncak Rengganis yang dikelilingi oleh batuan kapur putih dan aroma belerang yang dapat tercium dengan tajam, pendaki akan menemukan semacam bekas puing sebuah kuil dan tumpukan batuan yang mirip dengan kuburan. Puing ini diperkirakan merupakan petilasan dari Dewi Rengganis.
Kisah lain yang beredar di masyarakat lainnya adalah ketika orang - orang berhasil mendaki hingga ke Puncak Rengganis, segala permintaannya akan terkabul.
Selain itu, mitos lain yang juga ada di di daerah pegunungan yang berkaitan dengan Dewi Rengganis adalah titisan Dewi Rengganis yang masih hidup di daerah sekitar pegunungan Argopuro.
Lebih jauh, ada juga kisah yang menyatakan bahwa Dewi Rengganis yang diperkirakan masih hidup dan kini sudah berusia ratusan tahun.
Puncak Rengganis |
Ia menceritakan bahwa pernah ada seorang pendaki yang hilang tersesat dan tidak berhasil ditemukan selama satu bulan. Akhirnya dengan bantuan upacara adat, orang tersebut berhasil ditemukan dan kembali.
Cerita tentang kehilangan orang ini nampak sudah sangat wajar dan upacara adat biasanya menjadi jalan pilihan untuk menemukannya.
Puncak Argopuro, yang tidak sepopuler Puncak Rengganis, akan menyajikan sebuah pemandangan yang lebih tertutup oleh vegetasi.
Di sana juga terdapat tumpukan batu yang diperkirakan memiliki nilai sejarah tersendiri. Sayang, batu - batuan sisa sejarah itu lebih nampak tidak terawat.
Mitos - mitos yang berkaitan dengan Dewi Rengganis ini tentu saja berimbang dengan panorama alam yang disajikan di puncak gunung. Matahari terbit akan terlihat dengan jelas beserta dengan gagahnya Gunung Semeru yang bisa terlihat dari Puncak Rengganis maupun Argopuro.
ARTIKEL TERKAIT: