Edelweis mempunyai manfaat ekologis yang nilainya sukar diukur dengan uang. Bunganya merupakan sumber makanan bagi serangga - serangga tertentu.
Terdapat + 300 species serangga yang berasal dari ordo Hemiptera, Thysanoptera, Lepidoptera, Diptera dan Hymenoptera, yang ditemui pada bunga Edelweis.
Kulit batangnya bercelah dan mengandung banyak air, sehingga dapat menjadi tempat hidup bagi beberapa jenis lumut dan lichen, seperti Cladinia calycantha, Cetrmia sunguinea, dan sebagainya .
Ranting - ranting Edelweis yang rapat mengundang burung Murai ( Turdus sp. ) untuk membuat sarang. Demikian pula dengan akarnya yang muncul dipermukaan tanah, merupakan tempat hidup cendawan tertentu membentuk mikoriza.
Cendawan - cendawan tersebut mendapat oksigen dan tempat hidup, sedang Edelweis mendapat unsur hara dari cendawan ( van Faber, 1927 dalam van Leeuwen, 1933 ). Itulah sebabnya Edelweis dapat hidup di tanah yang miskin hara.
Di Taman Nasional Gunung Gede - Pangrango, bunga Edelweis banyak diambil orang berdasarkan catatan pelanggaran pada bulan februari sampai oktober 1988, tercatat sebanyak 636 tangkai bunga yang dicuri dari dalam kawasan.
Bila pengambilan bunga tersebut dibiarkan, bukan mustahil suatu saat Edelweis akan punah karena tidak dapat berkembang biak, dan akibatnya berbagai manfaat ekologis yang telah disebutkan diatas tidak akan ada lagi.
Untuk mencegah kepunahan Edelweis perlu dilakukan usaha penangkaran, misalnya membuat perbanyakan vegetatif. Individu baru yang dihasilkan dari pembiakan vegetatif akan mempunyai sifat yang sama dengan induknya.
Salah satu tehnik pembiakan vegetatif adalah dengan stek batang. Beberapa keuntungan stek batang adalah mudah, tidak memerlukan keterampilan khusus, murah serta dapat menghasilkan individu dalam jumlah banyak dalam tempo yang relatif singkat.
Penelitian ini bertujuan untuk mencari kemungkinan penangkaran Edelweis dengan menggunakan stek batang Edelweis yang diambil dari batang primer,sekunder dan tersier.
BIOEKOLOGI Anaphalis javanica.
Anaphalis javanica termasuk kedalam marga compositae, mempunyai bunga yang berkembang diatas dasar bunga yang rata dan berwarna keemasan.Kepala - kepala sari membentuk tabung yang mengumpul menjadi satu dalam wadah. Tumbuhan ini dapat dijumpai dalam bentuk semak yang bercabang banyak dan tingginya dapat mencapai 4 meter, diameter batangnya bisa mencapai sebesar pergelangan tangan.
Batang Edelweis ditutupi oleh kulit batang yang kasar dan bercelah yang dapat menyimpan air. Kemudian ranting - ranting Edelweis mendukung daun - daun yang berwarna ke abu - abuan.
Dalam keadaan segar warna daun Edelweis hijau abu - abu muda, sebagai akibat adanya bulu - bulu seperti wol yang menutupi daun, dan dalam keadaan kering warnanya menjadi gelap karena mesofil yang terdegradasi warnanya.
Bentuk daun linier ( panjangnya sama dengan sepuluh kali lebarnya ), lancip, mempunyai bulu - bulu seperti wol, panjang daun 4 - 6 cm dan lebarnya 0,5 cm.
Edelweis dapat dijumpai digunung Gunung Sumbing , Gunung Merbabu, Gunung Gede Pangrango, Gunung Ciremai , Gunung Lawu, Gunung Kawi, Gunung Arjuno dan dataran Tinggi Dieng.
Edelweis juga dijumpai di Sumatera yaitu di Gunung Kerinci, Gunung Singgalang dan Gunung Dempo, sedangkan di Sulawesi terdapat di Gunung Lokon, di pulau Bali dan Lombok juga terdapat jenis ini.
Edelweis sering berkelompok pada tanah yang tidak subur dan juga tumbuh dilereng - lereng bukit atau di daerah yang topografisnya datar.
Spesies ini dapat tumbuh pada daerah perbatasan antara hutan dan daerah terbuka, karena kebutuhan yang paling penting dari tumbuhan ini adalah cahaya.
Edelweis mendominasi punyang hidup disekitar Edelweis adalah Gunung Pangrango, baik anak - anaknya maupun yang dewasa.
Indeks nilai penting Edelweis tingkat anakan adalah 146,93%, sedangkan untuk tingkat semak adalah 107,77%.
Jenis lain yang hidup disekitar Edelweis adalah Vaccinium Varingifolium, Gaultheria leucocarpa, Photinia notoniana, Rapanea affinis dan lain - lain .
METODOLOGI
Stek Edelweis dibuat dengan menghilangkan daun, tetapi menyisakan kuncup terminal. Stek berasal dari cabang primer, sekunder dan tersier yang masing - masing panjangnya 15 cm.Sebelum ditanam bagian bawah stek diolesi NAA dan IBA dalam bentuk tepung yang konsentrasinya masing - masing 0 ppm, 1000 ppm, 2000 ppm dan 3000 ppm baik secara terpisah maupun dicampur.
Penanaman dilakukan didalam sungkup berukuran 1,5 x 8 x 0,75 meter yang diberi naungan. Dalam dua bulan pertama penyiraman dilakukan tiga kali sehari. Penyemprotan fungisida dilakukan seminggu sekali.
Untuk mengetahui pengaruh zat pengatur terhadap stek Edelweis digunakan percobaan factorial dalam rancangan acak kelompok, dengan dua factor dan 3 kelompok.
Faktor A adalah konsentrasi NAA dan Faktor B adalah konsentrasi IBA, ppm. Sedangkan kelompok I adalah cabang Primer, kelompok II cabang sekunder dan kelompok III adalah cabang tersier. Model umumnya adalah sebagai berikut:
Yijk = u + Rk + Ai + Bj + (ABij) + Eijk
Dimana :
U = rata - rata umum
Ai = pengaruh factor NAA pada taraf ke - i
Bj = pengaruh factor IBA pada taraf ke - j
ABij = pengaruh interaksi antara dua factor
Eijk = kesalahan percobaan
Rk = pengaruh kelompok yang ke - k
Parameter yang diamati adalah persen hidup stek, persen terbakar stek, jumlah akar, panjang akar, berat kering akar dan jumlah daun stek yang mekar setiap minggu.
Pengukuran suhu udara dan kelembaban relatif udara dilakukan tiga kali sehari, pada pukul 08.00, 12.00 dan 16.00 selama penanaman.
Alat yang dipakai adalah gunting stek, neraca sartorius, gelas ukur, polybag, thermometer udara, hygrometer dan tubesolarimeter.
Bahan yang digunakan meliputi bahan stek Edelweis, zat pengatur tumbuhan NAA dan IBA, alcohol 95%, fungisida, talk, serta pasir dan tanah.
ARTIKEL TERKAIT: