Meninggalnya Pendaki Ditinjau Dari Sisi Medis

Pada akhir - akhir ini banyak tersebar berita tentang meninggalnya pendaki akibat cuaca buruk. Tentu kita ingin mengetahui penyebabnya.

Jika kita sudah tahu penyebabnya, tentu langkah - langkah pencegahan dan penanganan dapat kita lakukan ke depannya sebagai bahan pembelajaran kita semua.

Dan data berikut ini data yang dipilih adalah korban yang meninggal mendadak, bukan yang hilang tersesat berhari - hari. Gunung dibatasi hanya di Jawa.

Meninggalnya Pendaki Ditinjau Dari Sisi Medis

Penjelasan Grafik
Berikut grafik jumlah korban berdasarkan bulan kejadian dengan total 28 kasus. Kasus banyak terjadi pada bulan Desember dan Februari ketika curah hujan juga tinggi. Ini sangat berbeda dengan jumlah kasus selama musim kemarau antara April – September.

Terdapat 3 kasus akibat gas beracun, 1 gantung diri, 1 cedera berat, 3 dikarenakan penyakit medis yang diderita sebelum mendaki, dan 18 kasus yang diduga karena Hipotermia.

Kasus hipotermia ini sangat jarang diberitakan sebagai penyebab melainkan cuaca dingin, kelelahan, dan kondisi tidak fit yang disebutkan dalam pemberitaan.

Dalam dunia kedoteran, penyakit yang dapat berakibat fatal di gunung antara lain penyakit akibat cuaca ekstrim ( hipotermia salah satunya ), penyakit gunung akut ( Acute Mountain Sickness / AMS ), hipoksia akut, dan cedera / trauma.

Berdasarkan patofisiologi kedokteran, hampir tidak mungkin terjadi AMS di gunung Jawa ini karena penyakit ini dimulai pada ketinggian di atas 3000 an.

Hipoksia akut juga kurang dimungkinkan karena penurunan kadar oksigen pada ketinggian 3000 an dapat dikompensasi oleh tubuh kita, pengecualian pada area dengan gas beracun tertentu dan pada pendaki yang sudah memiliki penyakit sebelumnya.

Oleh karena itu, hipotermia dan gas beracun lah yang menjadi ancaman utama para pendaki di Jawa. Meski tidak mencapai suhu minus derajat celcius, pendaki bisa mengalami Hipotermia karena kegagalan mencegah kehilangan panas tubuh akibat faktor kelelahan fisik dan pakaian basah ( akibat hujan ).

Kenali Gejala
Saksi korban mendeskripsikan keadaan korban sebelum meninggal adalah kelelahan, sesak nafas, mengantuk, sakit kepala, muntah - muntah.

Bila kita menilik tahapan terjadinya hipotermia, pada suhu tubuh 34 °C sudah terjadi perubahan fungsi saraf.

Perubahan fungsi saraf otak ini lah yang harus kita kenali terhadap teman pendakian kita. Perubahan yang bisa dikenali oleh orang awam adalah korban mulai kesulitan bicara, bicara seperti terbata - bata atau gagap, bicara pelo, hilang ingatan, terlihat apatis atau tidak reaktif menanggapi keadaan sekitar, dan suka memandang jauh.

Meninggalnya Pendaki Ditinjau Dari Sisi Medis

Untuk gampangnya, selalu ajak bicara teman kita yang terlihat kelelahan. Jika ada perubahan bicara dan kepribadian, saat itu jugalah korban harus istirahat dan segera dilakukan penanganan pertama.

Seringkali karena sudah letih, pendaki jarang berbicara satu sama lain apalagi dalam cuaca buruk.

Oleh karena itu, umumnya pendaki baru bisa mengenali kondisi hipotermia saat korban mulai terlihat sesak nafas.

Kesulitan dalam bernafas ini terjadi ketika suhu inti tubuh menjadi 33 °C. Suhu ini makin dekat dengan suhu di mana tubuh sudah tidak mungkin menghasilkan panas dari dalam ( suhu 31 °C ).

Jika ini terjadi, tindakan pertolongan pertama sudah sukar menolong korban karena pertolongan dengan menyelimuti korban hanya mampu mencegah kehilangan panas tanpa menambah panas berarti.

Bahaya Hipotermia
Pada korban hipotermia, ada 3 masalah medis yang harus dipertimbangkan:

1. Kondisi otot jantung yang mudah memunculkan gangguan irama ( arrhythmia ). Kondisi ini muncul sejak penurunan suhu inti tubuh di titik 30 °C

2. Kekurangan cairan tubuh. Hal ini kerap dialami pendaki karena suhu dingin membuat enggan minum teratur meski keringat keluar selama pendakian. Hasil akhirnya adalah dehidrasi.

3. Suhu permukaan ( kulit, jari – jari tangan dan kaki ) jauh lebih dingin dibanding suhu inti.

Penanganan
Pada korban hipotermia yang pingsan atau terbaring lemah, sebaiknya diposisikan dalam posisi horizontal untuk mencegah perburukan kondisi jantung.

Selama proses penggotongan pun harus diminimalkan pergerakan anggota tubuh dengan cara pengikatan anggota gerak tubuh ke badan.

Hal di atas juga akan mencegah aliran darah dingin dari permukaan tubuh menuju inti tubuh. Karena alasan tersebut juga, mengapa pijat tidak dianjurkan.

Selama masih sadar, korban harus tetap minum untuk menjaga cairan dalam tubuh. Jika korban masih sadar, jangan biarkan korban tertidur karena selama tidur produksi panas dalam tubuh jauh berkurang.

Biarkan korban menggigil karena menggigil adalah proses pertahanan diri tubuh untuk menghasilkan panas. Penggunaan zat yang mengandung ethanol, alkohol untuk menghangatkan korban sebaiknya tidak dilakukan karena dapat menghambat proses menggigil dan mempercepat pembuangan panas dari tubuh akibat pelebaran pori - pori kulit.

Pertolongan Pertama
Tindakan pertolongan pertama minimal yang harus dilakukan adalah :
1. Ganti pakaian basah dengan yang kering
2. Gunakan kantong tidur
3. Tempatkan botol berisi air panas di bagian ketiak, selangkangan, dan leher
4. Lapisi lagi korban dengan selimut insulator ( emergency blanket )

Kesimpulan
Sebagai kesimpulan, hipotermia merupakan ancaman utama para pendaki di musim hujan. Pengenalan gejala awal hipotermia yaitu perubahan fungsi saraf harus diketahui para pendaki.

Pertolongan pertama menjadi lebih efektif pada korban hipotermia tahap awal. Perlengkapan anti hujan, selimut insulator menjadi perlengkapan wajib pribadi para pendaki. src

ARTIKEL TERKAIT:

Alamat:

Labasan Pakem Sleman Yogyakarta 55582

Jam Kerja:

Senin - Kamis dari Jam 9.00 Wib to 17.00 Wib

Telepon:

0813 9147 0737

"Salam Rimba Indonesia"

Indonesia kaya akan keindahan alam dan tugas kita untuk menjaga sekaligus menikmatinya.

Kami, Para Sherpa selaku admin webblog Belantara Indonesia mengucapkan:
"Selamat menjelajah alam cantik Indonesia".

×