Penelitian Molnar diinspirasi oleh sebuah fakta sederhana bahwa anjing peliharaan sering menggonggong, sementara anjing liar nyaris tidak menggonggong. Anjing liar mendengking atau merengek, jarang mengeluarkan suara yang persis menggonggong.
Studi Molnar tidak berkonsentrasi pada perbedaan anatomi, yang diyakininya tidak berhubungan dengan kebiasaan menggonggong. Molnar berkonsentrasi pada perbedaan yang lebih besar, yakni hubungan dengan manusia. Anjing peliharaan telah memiliki hubungan dengan manusia selama 50.000 tahun sehingga sudah dibiakkan agar sesuai dengan kebutuhan manusia.
Molnar meneliti antara tahun 2005 hingga 2010 dengan beberapa studi yang berbeda. Molnar menggunakan program komputer untuk membuat statistik. Algoritma program tersebut menunjukkan bahwa anjing menggonggong dengan pola struktur akustik yang umum. Dalam hal nada, pengulangan, dan harmoni, gonggongan anjing pada dasarnya sama dengan anjing lainnya. Variasi gonggongan terbanyak ditunjukkan saat anjing bermain. "Di sinilah ada campur tangan manusia," kata Molnar.
Molnar merekam gonggongan anjing pada berbagai situasi--anjing dihadapkan pada orang asing, permainan, dan lain - lain. Ia memutar kembali suara tersebut untuk manusia. Orang ternyata bisa mengerti kondisi yang dihadapi anjing dengan mendengar gonggongan. "Singkatnya, kita mengerti mereka," tegasnya.
Temuan ini mendukung hipotesis Molnar, meskipun penelitian lanjutan diperlukan. "Jika hipotesis ini benar, gonggongan mengandung informasi mengenai kondisi anjing dan lingkungan. Manusia seharusnya dapat menafsirkan," kata Molnar. Meskipun demikian, para penggembala mengaku tidak selalu mampu mengenali suara gonggongan seekor anjing dengan anjing lainnya.
Molnar telah melakukan pengecekan silang terhadap pohon genetik anjing dan kebiasaan menggonggong mereka. Ia mencari lintasan evolusi. Sayangnya, studi itu tidak selesai. Molnar kesulitan mendapatkan dana sehingga tesisnya tidak selesai.
Menurut ahli komunikasi satwa Eugene Morton, hipotesis Molnar cukup masuk akal. "Gonggongan bisa jadi ciri penjinakan oleh manusia," katanya. Morton juga menjelaskan bahwa gonggongan biasanya digunakan oleh serigala remaja. "Gonggongan sesuatu yang tetap dipertahankan oleh manusia, mungkin untuk menekan hal lain, seperti kurangnya sifat agresif," kata Morton.
Source: National Geographic
ARTIKEL TERKAIT: