Bukan hanya penggemar fotografi yang memanfaatkan fenomena alam erupsi gunung Merapi sebagai obyek buruannya. Badan Antariksa Amerika Serikat (
NASA ) dengan teknologi canggihnya pun mengamati peristiwa alam Merapi
pasca letusan dahsyat pada dini hari 5 November 2010 lalu dengan menggunakan
Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer (
MODIS ) pada Satelit Terra milik NASA.
Dalam gambar yang diambil 5 November 2010, tampak Merapi diselubungi kabut.
Gunung Merapi, yang tampak seperti huruf ‘V’, mengeluarkan asap ke arah barat. Menurut data
Volcanic Ash Advisory Center di Darwin, Australia, asap dari letusan Merapi pada 6 November 2010 membubung hingga ketinggian 16 kilometer dan membentang 350 kilometer ke barat dan barat daya.
Foto kedua diambil
NASA pada 30 Oktober 2010, empat hari setelah erupsi pertama Merapi.
Advanced Spaceborne Thermal Emission and Reflection Radiometer (
ASTER ) di Satelit Terra milik NASA menangkap tanda - tanda awan panas
wedhus gembel, bebatuan membara, dan lava yang mengalir dari kubah Merapi.
|
Foto satelit yang diambil oleh badan ruang angkasa AS ( NASA ) pada 5 November 2010 |
Data termal itu lantas di ubah menjadi peta tiga dimensi untuk menunjukkan daerah - daerah mana saja yang berpotensi dialiri lava mematikan itu. Bukan kali ini saja
NASA memantau aktivitas Merapi. NASA juga merekam aktivitas
Merapi menjelang dan setelah terjadinya letusan 4 Juni 2006 silam. Melalui ASTER di Satelit Terra, NASA membidik Merapi pada tanggal 26 April 2006 dan 6 Juni 2006.
Foto terbaru NASA Gunung Merapi meletus yang diambil melalui fasilitas
Advanced Spaceborne Thermal Emission and Reflection Radiometer ( ASTER ) pada Satelit Terra diambil Senin 15 November 2010.
Foto letusan merapi Nasa didominasi warna merah tua ini menunjukkan bahaya aliran priroklastik Merapi. Longsoran berupa gas panas, debu, dan batuan membara meluncur dengan cepat. Bahkan mencapai kecepatan lebih dari 150 kilometer per jam.
|
Merapi pada 26 April 2006. Foto: NASA |
Aliran piroklastik ini biasanya mengikuti medan tertentu, namun bisa menyebar ke area yang lebih luas. Gambar dari instrumen ASTER pada
Satelit Terra NASA menunjukkan aliran piroklastik yang besar di sepanjang Sungau Gendol, di Selatan Merapi. Deposit lahar mengalir ke
Sungai Gendol. Sementara di utara tempat latihan
golf Merapi, fitur merah menggambarkan daerah terdampak aliran
piroklastik yang menyebabkan kehancuran nyaris total. Sementara, wilayah abu - abu gelap, sebagian besar pohon tumbang dan tanah dilapisi abu dan batu.
|
Foto satelit yang diambil oleh badan ruang angkasa AS ( NASA ) pada 1 November 2010 memperlihatkan awan panas yang keluar dari kawah Gunung Merapi. |
Pada 11 November 2010, NASA juga mengeluarkan peta konsentrasi sulfur ( belerang ) dioksida pada 4 - 8 November 2010. Ini adalah gas berwarna yang bisa membahayakan kesehatan manusia, sekaligus mendinginkan iklim di Bumi, juga memicu hujan asam. Peta konsentrasi sulfur Merapi 11 November 2010, dan Peta ini diambil oleh instrumen
Ozone Monitoring Instrument ( OMI ) di
Satelit Aura NASA.
Pada tanggal 9 November 2010,
Volcanic Ash Advisory Centre di Darwin, Australia, melaporkan ketinggian awan belerang dioksida di
Samudera Hindia antara 12.000 dan 15.000 meter. Jika sebuah gunung berapi di dekat khatulistiwa menyuntikkan cukup banyak jumlah belerang dioksida ke stratosfer, reaksi kimia yang dihasilkan dapat membuat aerosol reflektif yang masih melekat selama berbulan - bulan atau bahkan bertahun - tahun — bisa merefleksikan
sinar matahari dan menurunkan iklim.
|
Foto sebelum erupsi, 7 Juli 2008 |
Erupsi gunung Merapi juga direkam
Satelit Ikonos dari Centre for Remote Imaging, Sensing and Processing ( CRISP ),
National University of Singapore ( NUS ). Foto - foto Ikonos membandingkan kondisi sekitar Merapi sebelum dan sesudah letusan terakhir. Foto diambil pada tanggal 7 Juli 2008 dan 28 Oktober 2010.
Source
ARTIKEL TERKAIT: