"Death Zone itu ada di atas ketinggian 8.000 Mdpl, banyak jenazah di sana," ujar Sofyan Arief Fesa, seven summiter dari Indonesia.
Sofyan Arief Fesa, atau yang lebih senang dipanggil Ian menuturkan banyak pengalaman ketika mendaki Puncak Everest. Pada tahun 2009-2011, dia menjadi ketua tim pendaki Indonesia Seven Summits Expedition Mahitala Unpar ( ISSEMU ) dan berhasil mencapai puncaknya. Cerita yang mencengangkan, adalah ketika dia melihat jenazah - jenazah di Death Zone!
"Kita ketemu beberapa jenazah di sana. Masih utuh, masih pakai jaket dan peralatan gunung lengkap. Sempat nge - drop juga saat melihatnya," kenangnya.
Menurut Ian, ada banyak faktor yang membuat pendaki kehilangan nyawa saat mendaki Puncak Everest. Dari suhu yang minusnya bisa mencapai puluhan derajat sampai badai salju yang datang tiba - tiba. Beberapa penyakit seperti hiportemia dan edema ( kelebihan cairan di paru - paru ) pun membayangi para pendaki.
"Death Zone biasanya dari Camp 3 ke atas. Di ketinggian 7.500 Mdpl sudah terlihat jenazah, tapi paling banyak di ketinggian 8.000 Mdpl", ujarnya.
Mengapa jenazah - jenazah itu tidak dibawa turun? Ian menjawab, butuh biaya tidak sedikit untuk menurunkan jenazah - jenazah dari atas ketinggian 8.000 Mdpl. Ditambah, medannya sangat sulit.
"Anggap saja satu sherpa itu biaya untuk mengangkut jenazah sebesar 3.000 sampai 4.000 USD ( sekitar Rp 40 sampai Rp 54 juta ). Itu baru satu sherpa dan tergantung juga lokasi dan kesulitan medan," papar Ian.
Namun bagi Ian, melihat jenazah - jenazah di Death Zone bukanlah alasan untuk mundur dari pendakian ke Puncak Everest. Itu dianggapnya sebagai risiko para pendaki dan mereka - mereka yang sudah meninggal pun pasti sudah tahu perihal tersebut. Dari berbagai informasi, kabarnya sudah 200 lebih jenazah pendaki ada di sana.
Toh, tentu harga para sherpa tidak senilai dengan nyawa seorang pendaki yang mendaki. Nyawa lebih berharga daripada apapun. Manusia memang tidak akan pernah menang melawan alam, tapi setidaknya manusia bisa mempersiapkan yang terbaik. Mendaki Puncak Everest pun dibutuhkan persiapan yang tidak main - main, karena dekat sekali dengan kematian.
"Kita sudah tahu, itu ( meninggal ) adalah risiko dari pendakian Puncak Everest," pungkasnya. detik
ARTIKEL TERKAIT: