Bagi umat Bumi yang beruntung tidak dibudidayakan, melihat manusia ibarat melihat harimau yang lebih harimau daripada harimau yang sebenarnya; karena “manusia harimau” ini tidak puas memakan daging
saja, melainkan juga hasil tumbuh - tumbuhan, ya buah, daun, bunga, kayu bahkan juga bahan bakar, logam, plastik, semen, beton dan lain - lain lagi.
Bayangkan, untuk memenuhi kebutuhan lima milyar “manusia harimau” itu, betapa banyak makhluk Bumi harus dibudidayakan ( alias dicalon - korbankan ), diburu, ditembak, dijerat, dijaring, dipancing, dibabat, digergaji,…. Perut Bumi pun dibor dan diledakkan. Dan pengotorannya tidak tanggung - tanggung mencemari tanah, sungai, laut, udara bahkan menyebabkan hujan asam, merusak lapisan ozon di udara dan meningkatkan suhu Bumi.
Jika dibiarkan, dalam tahun 2025 menurut ramalan, umat manusia akan mencapai jumlah 8,5 milyar. Naik sekitar 3,5 milyar dalam 35 tahun menuju malapetaka dimana Bumi berikut umat insan akan meratap dan berkabung.
Sebaliknya, andaikan bukan kenaikan melainkan penurunan 3,5 milyar jumlah penduduk itu bisa diwujudkan, bumi dan umat insan akan berseri. Begitulah pesan Bumi.
Sadar akan “menghamanya” umat manusia, di Indonesia, terutama dikota - kota besar yang padat penduduk, pasangan - pasangan subur sibuk ber - KB untuk menurunkan jumlah populasi sampai serendah - rendahnya.
Memang lebih baik, daripada menurunkannya melalui peperangan atau membiarkan orang - orang mati konyol melalui kelaparan atau penyakit. “Satu anak saja demi masa depan tanpa polusi, tanpa kemacetan lalu - lintas, tanpa pengangguran, tanpa kemiskinan, tanpa harus hidup berhimpit dalam kampung kumuh / rumah susun, tanpa transmigrasi, tanpa penggusuran, tanpa cemas kehamilan, tanpa pengguguran,…”
Begitulah semboyan mereka. Semoga menjadi kenyataan. chew
ARTIKEL TERKAIT: