"Maraknya perdagangan orangutan, bahkan berbagai jenis hewan yang dilindungi lainnya itu akibat dari rendahnya kesadaran masyarakat dan lemahnya penegakan hukum di Tanah Air. Jika hukum ( UU ) benar-benar ditegakkan, pasti masyarakat tidak akan berani melanggarnya," tandas Rosek.
Satwa langka tersebut dilindungi UU yang dituangkan dalam UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Pelaku perdagangan Orangutan bisa dikenakan sanksi hukuman penjara selama lima tahun dan denda Rp100 juta.
Rosek mengatakan rusaknya habitat dan perdagangan orangutan menjadi faktor utama menurunnya populasi orangutan di alam, di samping semakin maraknya alih fungsi hutan serta perburuan oleh masyarakat.
Oleh karena itu, pihaknya juga berharap bisa mendorong pemerintah untuk lebih serius memperhatikan pelestarian orangutan, termasuk habitat orangutan yang semakin tergusur dan terancam punah dari muka bumi.
Sebab, habitat orangutan yang merupakan satu - satunya jenis kera besar yang hidup di Asia itu hanya tinggal di Pulau Sumatera dan Kalimantan. Sedangkan tiga kerabatnya, yakni simpanse, gorila dan bonobo hidup di Afrika.
"Kalau puluhan tahun lalu kita masih bisa menemukan orangutan di kawasan Asia lainnya, sekarang hanya bisa ditemukan di Sumatera dan Kalimantan. Jumlahnya pun hanya tinggal sedikit," kata Rosek. src
ARTIKEL TERKAIT: